Konsep Manajemen Syariah
KONSEP MANAJEMEN SYARIAH
Islam sebagai suatu sistem hidup
yang sempurna tentu saja memiliki konsep pemikiran tentang manajemen.
Kesalahan kebanyakan dari kaum muslimin dalam memahami konsep manajemen dari
sudut pandang Islam adalah karena masih mencampuradukan antara ilmu manajemen
yang bersifat teknis (uslub) dengan manajemen sebagai aktivitas.
Kerancuan ini akan mengakibatkan kaum muslimin susah membedakan mana yang
boleh diambil dari perkembangan ilmu manajemen saat ini dan mana yang tidak.
Menurut Didin
dan Hendri (2003) dalam buku mereka Manajemen Syariah dalam Praktik, Manajemen
bisa dikatakan telah memenuhi syariah bila: pertama, manajemen
ini mementingkan perilaku yang terkait denga nilai-nilai keimanan dan
ketauhidan. Kedua, manajemen syariah pun mementingkan adanya
struktur organisasi. Ini bisa dilihat pada surat Al An'aam: 65, "Allah
meninggikan seseorang di atas orang lain beberapa derajat". Ini
menjelaskan bahwa dalam mengatur dunia, peranan manusi tidak akan sama. Ketiga,
manajemen syariah membahas soal sistem. Sistem ini disusun agar perilaku
pelaku di dalamnya berjalan dengan baik. Sistem pemerintahan Umar bin Abdul
Aziz, misalnya, adalah salah satu yang terbaik. Sistem ini berkaitan dengan
perencanaan, organisasi dan kontrol, Islam pun telah mengajarkan jauh sebelum
adanya konsep itu lahir, yang dipelajari sebagai manajemen ala Barat.
Menurut Karebet dan Yusanto
(2002), syari’ah memandang manajemen dari dua sisi, yaitu manajemen sebagai
ilmu dan manajemen sebagai aktivitas. Sebagai ilmu, manajemen dipandang
sebagai salah satu dari ilmu umum yang lahir berdasarkan fakta empiris yang
tidak berkaitan dengan nilai, peradaban (hadharah) manapun. Namun
sebagai aktivitas, maka manajemen dipandang sebagai sebuah amal yang akan
dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, sehingga ia harus terikat
pada aturan syara’, nilai dan hadharah Islam. Manajemen Islami (syariah)
berpijak pada aqidah Islam. Karena aqidah Islam merupakan dasar Ilmu
pengetahuan atau tsaqofah Islam.
Manajemen Sebagai ilmu
Sebagai ilmu, manajemen termasuk
sesuatu yang bebas nilai atau berhukum asal mubah. Konsekuensinya, kepada
siapapun umat Islam boleh belajar. Berkaitan dengan ini, kita perlu
mencermati pernyataan Imam A; ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin,
Bab Ilmu. Beliau membagi ilmu dalam dua kategori ilmu berdasarkan takaran
kewajiban yaitu: (1) ilmu yang dikategorikan sebagai fardhu ’ain,
yakni yang termasuk dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu tsaqofah bahasa Arab,
sirah nabawiyah, Ulumul Qur’an, Ulumul hadits, Tafsir, dan sebagainya. (2)
Ilmu yang terkategori sebagai fardhu kifayah, yaitu ilmu yang wajib
dopelajari oleh salah satu atau sebagian dari kaum muslimin. Ilmu yang
termasuk dalam kategori ini adalah ilmu-ilmu kehidupan yang mencakup ilmu
pengetahuan dan teknologi serta keterampilan, diantaranya seperti ilmu kimia,
biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik dan manajemen.
Dalam kitab Al fathul Kabir,
Jilid III, disebutkan bahwa rasul pernah mengutus dua orang sahabatnya ke
negeri Yaman guna mempelajari teknologi pembuatan senjata bernama dabbabah.
Yakni sejenis kendaraan tank saat ini, yang terdiri atas kayu tebal berlapis
kulit dan tersusun dari roda-roda. Senjata ini mampu menerjang benteng lawan.
Manajemen Sebagai Aktivitas
Dalam ranah aktivitas, Islam
memandang bahwa keberadaan manajemen sebagai suatu kebutuhan yang tak
terelakkan dalam memudahkan implementasi Islam dalam kehidupan pribadi,
keluarga dan masyarakat. Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada
difungsikannya Islam sebagai kaidah berpikir dan kaidah amal
dalam kehidupan. Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan
sebagai asas dan landasan pola pikir. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah
difungsikan sebagai tolok ukur (standar) perbuatan.
Karenanya, aktivitas menajemen
yang dilakukan haruslah selalu berada dalam koridor syariah. Syariah harus
menjadi tolok ukur aktivitas manajemen. Senafas dengan visi dan misi
penciptaan dan kemusliman seseorang, maka syariahlah satu-satunya yang
menjadi kendali amal perbuatannya. Hal ini berlaku bagi setiap Muslim, siapa
pun, kapan pun dan di mana pun. Inilah sebenarnya penjabaran dari kaidah ushul
yang menyatakan ”al aslu fi al-af’al attaqoyyadu bi al-hukmusy syar’i”,
yakni hukum asal suatu perbuatan adalah terikat pada hukum syara yang lima,
yakni wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.
Dengan tolok ukur syariah, setiap
muslim akan mampu membedakan secara jelas dan tegas perihal halal tidaknya,
atau haram tidaknya suatu kegiatan manajerial yang akan dilakukannya.
Aktivitas yang halal akan dilanjutkannya, sementara yang haram akan
ditinggalkannya semata-mata untuk menggapai keridhaan Allah Swt.
Peran
Syariah Dalam Fungsi Manajemen
Seperti yang sudah dikemukan
diatas bahwa peran syariah Islam adalah pada cara pandang dalam implementasi
manajemen. Dimana standar yang diambil dalam setiap fungsi manajemen terikat
dengan hukum-hukum syara’ (syariat Islam). Fungsi manajemen sebagaimana kita
ketahui ada empat yang utama, yaitu: perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pengontrolan (controlling), dan
pengevaluasian (evaluating).
Syariah dalam Fungsi Perencanaan
Berikut ini adalah beberapa
Implementasi syariah dalam fungsi perencanaan:
1.
Perencanaan
bidang SDM.
Permasalahan utama bidang SDM
adalah penetapan standar perekrutan SDM. Implementasi syariah pada bidang ini
dapat berupa penetapan profesionalisme yang harus dimiliki oleh seluruh
komponen SDM perusahaan. Kriteria profesional menurut syariah adalah harus
memenuhi 3 unsur, yaitu kafa’ah (ahli di bidangnya), amanah
(bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab), memiliki etos kerja yang tinggi (himmatul
‘amal).
2.
Perencanaan
Bidang Keuangan
Permasalahan utama bidang keuangan
adalah penetapan sumber dana dan alokasi pengeluaran. Implementasi syariah
pada bidang ini dapat berupa penetapan syarat kehalalan dana, baik sumber
masukan maupun alokasinya. Maka, tidak pernah direncanakan, mislanya,
peminjaman dana yang mengandung unsur riba, atau pemanfaatan dana untuk menyogok
pejabat.
3.
Perencanaan
Bidang Operasi/produksi
Implementasi syariah pada bidang
ini berupa penetapan bahan masukan produksi dan proses yang akan
dilangsungkan. Dlam dunia pendidikan, mislanya, inpuntnya adalah SDM Muslim
dan proses pendidikannya ditetapkan dengan menggunakan kurikulum yang Islami.
Dalam Industri pangan, maka masukannya adalah bahan pangan yang telah
dipastikan kehalalannya. Sementara proses produksinya ditetapkan berlangsung
secara aman dan tidak bertentangan dengan syariah.
4.
Perencanaan
bidang pemasaran.
Implementasi syariah pada bidang
ini dapat berupa penetapan segmentasi pasar, targeting dan positioning, juga
termasuk promosi. Dalam dunia pendidikan, mislanya, segmen yang dibidik
adalah SDM muslim. Target yang ingin dicapai adalah output didik (SDM) yang
profesional. Sedangkan posisi yang ditetapkan adalah lembaga yang memiliki
unique position sebagai lembaga pendidikan manajemen syariah. Dalam promosi
tidak melakukan kebohongan, penipuan ataupun penggunaan wanita tanpa menutup
aurat sempurna.
Peran Syariah dalam
Pengorganisasian.
Berikut ini adalah beberapa
Implementasi syariah dalam fungsi pengorganisasian:
Pada aspek ini syariah di
implementasikan pada SDM yaitu hal-hal yang berkorelasi dengan faktor
Prfesionalisme serta Aqad pekerjaan. Harus dihindarkan penempatan SDM pada
struktur yan tidak sesuai dengan kafa’ah-nya atau dengan aqad
pekerjaannya. Yang pertama akan menyebabkan timbulnya kerusakan, dan yang
kedua bertentangan dengan keharusan kesesuaian antara aqad dan pekerjaan.
Implementasi syariah dalam hal ini
terutama di tekankan pada kejelasan tugas dan wewenang masing-masing bidang
yang diterima oleh para SDM pelaksana berdasarkan kesanggupan dan kemampuan
masing-masing sesuai dengan aqad pekerjaan tersebut.
Implementasi syariah pada aspek
ini berupa penetapan budaya organisasi bahwa setiap interaksi antar SDM adalah
hubungan muamalah yang selalu mengacu pada amar ma’ruf dan nahi
munkar.
Peran Syariah dalam Pengontrolan
Berikut ini adalah beberapa
Implementasi syariah dalam fungsi pengarahan adalah merupakan tugas utama
dari fungsi kepemimpinan.
Fungsi kepemimpinan selain sebagai
penggembala (pembimbing, pengarah, pemberi solusi dan fasilitator), maka
implementasi syariah dalam fungsi pengarahan dapat dilaksankan pada dua
fungsi utama dari kepemimpinan itu sendiri, yakni fungsi pemecahan masalah (pemberi
solusi) dan fungsi sosial (fasilitator). Pertama, fungsi pemecahan
masalah. Mencakup pemberian pendapat, informasi dan solusi dari suatu
permasalahan yang tentu saja selalu disandarkan pada syariah, yakni dengan di
dukung oleh adanya dalil, argumentasi atau hujah yang kuat. Fungsi ini
diarahkan juga untuk dapat memberikan motivasi ruhiyah kepada para SDM
organisasi.
Seorang pemimpin bertugas untuk
memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya
dalalm suatu entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas
terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan
sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin harus dapat
memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Maka dalam hal motivasi
ini seorang pemimpin harus dapat memberikan kekuatan ruhiyah. Kekuatan
yang muncul karena adanya kesadaran akibat pemahaman (mafhum) akan maksud dan
tujuan yang mendasari amal perbuatan yang dilakukan. Oleh karena itu wajib
bagi pemimpin untuk memberikan pemahaman dan motivasi kepada setiap orang
yang dipimpinnya, agar perbuatan mereka dapat dilaksanakn dengan baik dan
sempurna, tidak keluar dari tanggung jawab dan wewenangnya.
Kedua, fungsi sosial. Fungsi sosial
yang berhubungan dengan interaksi antar anggota komunitas dalam menjaga
suasana kebersamaan tim agar tetap sebagai team (together everyone achieve
more). Setiap anggotanya harus dapat bersinergi dalam kesamaan visi, misi
dan tujuan organisasi. Suasana tersebut dapat diringkas dalam formula three
in one (3 in 1), yakni kebersamaan seluruh anggota dalam kesatuan bingkai
thinking-afkar (ide atau pemikiran), feeling-masyair (perasaan)
dan rule of game-nidzam (aturan bermain). Tentu saja interaksi yang terjadi
berada dalam koridor amar ma’ruf dan nahi munkar.
Peran Syariah dalam Evaluasi
Fungsi manajerial pengawasan
adalah untuk mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan
bahwa tujuan organisasi disemua tingkat dan rencana yang di desain untuk
mencapainya, sedang dilaksanakan. Pengawasan membutuhkan prasyarat adanya
perencanaan yang jelas dan matang serta struktur organisasi yang tepat. Dalam
konteks ini, implementasi syariah diwujudkan melalui tiga pilar pengawasan,
yaitu:
1. Ketaqwaan individu. Seluruh
personel SDM perusahaan dipastikan dan dibina agar menjadi SDM yang bertaqwa.
2. Kontrol anggota. Dengan suasana
organisasi yang mencerminkan formula TEAM, maka proses keberlangsungan
organisasi selalu akan mendapatkan pengawalan dari para SDM-nya agar sesuai
dengan arah yang telah ditetapkan.
3. Penerapan (supremasi) aturan.
Organisasi ditegakkan dengan aturan main yang jelas dan transparan
serta-tentu saja-tidak bertentangan dengan syariah.
|
http://www.kompasiana.com/akhmadf/bank-syariah-implementasi-nilai-nilai-islami-dalam-siklus-keuangan_5726e573359773eb0a2b7625
Mas minta SOM nya Syariah dan SOP syariah boleh ga