Resiko Asuransi


MAKALAH
“RESIKO ASURANSI”

Di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Pengantar Bisnis Syariah”

Dosen Pembimbing :
Muhammad Aqim Adlan, M.E.I


Disusun Oleh :
Kelompok VI
1.     ANGESTI PUPUT. W.          : 3223113009
2.     ANIS EKA. W.                       : 3223113012
3.     ATI ROHMAH. M.               : 3223113018
4.     CITRA MULYA SARI                   : 3223113024
5.     DENY ARDIANTO               : 3223113025

Jurusan Syariah / Prodi Perbankan Syariah / III-A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)   TULUNGAGUNG
OKTOBER 2012
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Segala musibah dan bencana yang menimpa manusia adalah qadha dan qadar Allah. Namun, kita wajib beriktiar memperkecil resiko keuangan yang timbul. Upaya tersebut sering kali tidak memadai, karena yang harus ditanggung lebih besar dari yang diperkirakan. Asuransi yang berdasarkan konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Didalam sebuah asuransi terdapat sebuah resiko, karena tidak mungkin apabila kita berbicara asuransi tanpa berbicara resiko, resiko merupakan pengertian inti dari asuransi itu sendiri.
Usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang menghimpun dana masyarakat melalui premi asuransi, untuk memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti terhadap hidup atau menninggalnya seseorang, dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian asuransi menyangkut sesuatu hal yang tidak pasti.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian konvensional asuransi?
2.      Bagaimana hubungan antara resiko dan asuransi!
3.      Sebutkan macam resiko dan ketidakpastian dalam asuransi konvensional!
4.      Jelaskan resiko dalam asuransi syariah!
5.      Sebut dan jelaskan perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional!

C.    Tujuan
Untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang resiko dalam pengelolaan asuransi syariah dan asuransi konvensional, untuk mengetahui perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Konvensional Asuransi
Kata asuransi berasal dari bahasa belanda assurantie, dan didalam bahsa hukum Belanda dipakai kata verzekering. Sedangan menurut bahasa inggris disebut insurance. Kata tersebut kemudian disalain dalam bahasa Indonesia dengan kata pertanggungan.[1]

Paling tidak ada tiga aliran pemikiran tentang asuransi :
1.      Aliran transfer, aliran ini memandang asuransi sebagai alat pemindah resiko murni dari tertanggung kepada penanggung.
2.      Aliran yang dipelopori Profesor Mehr dan Cammack, yang mengabaikan aspek transfer dan lebih memusatkan perhatiannya pada aspek teknik dan asuransi didefisinikan sebagai alat sosial untuk mengurangi resiko.
3.      Aliran yang dimotori profesor Willet mencoba menggabungkan kedua aliran diatas. Dalam aliran ini asuransi didefinisikan sebagai alat sosial untuk penumpukan dana.

Definisi resmi asuransi disebutkan dalam pasal 246 KUH dagang, yang berbunyi: “Asuransi atau pertangguhan adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang penaggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan pengganti kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.”[2]

Pasal 1 Undang-undang No.2 tahun 1992 tentang perasuransian menjelaskan bahwa: “Asuransi atau pertangguhan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penagguh mengikatkan dirai kepada tertangguh, dengan menerima premi asuransi untuk tertangguh karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntugan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”

Tiga Unsur Penting Dalam Asuransi :
1.      Pihak penjamin (verzekeraar) yaitu pihak yang berjanji akan membayar uang kepada pihak terjamin.
2.      Pihak terjamin (verzekerde) yaitu pihak yang berjanji akan membayar premi kepada pihak penjamin.
3.      Suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi, yang disebut dengan resiko.[3]

B.       Resiko Sebagai Objek Asuransi
Resiko secara umum adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak dinginkan yang menimbulkan kerugian. Dalam usaha perasuransian, sudah dilakuakn pemilahan resiko. Pemilahan ini dilakukan untuk dapat dilakukan secara tepat didentifikasi terhadap resiko yang akan diangkut dalam perjanjian asuransi.[4]
Hubungan antara resiko dengan asuransi merupakan hubungan yang erat satu sama lain. Dalam asuransi resiko selalu dipergunakan dalam arti pesimis, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh D.S. Hansel. Oleh karena itu sangat tepat ungkapan dari S.S Huebner Cs yang mengatakan bahwa risk is traditionally refered to as the raw meterial of  insurance. Jadi adalah tidak mungkin apabila kita berbicara mengenai asuransi tanpa bicara mengenai resiko, karena resiko merupakan pengertian inti dari asuransi. Salah satu penaganan resiko yang lazim dilakukan adalah dengan mengalihkan resiko lazim dilakukan adalah dengan mengalihkan atau menstransfernya kepada pihak lain yang bersedia untuk menerimanya.
Objek adalah kebalikan dari suabjek, maksudnya subjek dalam suatu perjanjian merupakan anasir yang bertindak aktif, mak sebaliknya objek dalam suatu perjanjian dapat diartikan sebagai hal yang diperlakukan subjek. Namun demikan, objek adalah suatu hal yang sngat penting dalam tujuan membentuk suatu perjanjian.
Objek dalam perhubungan hukum mengenai perjanjian adalah hal yang diwajibkan kepada pihak yang berkewajiban (kreditur), terhadap pihak yang berhak (debitur). Kalau perhubungan hukum perihal perjanjian ini mengenai suatu benda, misalnya dalam suatu jual beli, sewa menyewa, gadai menggadai dan lain sebagainya, maka objek dari berbagai perjanjian itu adalah benda berwujud.
Perjanjian yang objeknya tidak berupa benda, misalnya perjanjian buruh, penanggungan dengan orang, dan pemberian kuasa (lastgiving), hukum warisan dan lainya, akan tetapi, secara tidak langsung perjanjian-perjanjian ini sedikit banyak juga mengenai harta benda[5].

Resiko dilihat dari segi luasnya dibagi dua :
1.      Resiko fundamental (fundamental risk)
2.      Resiko pertikular ( partikular risk)
Dari sifatnya resiko dibagi menjadi dua :
1.      Resiko statis (static risk)
2.      Resiko dinamis (dynamic risk)
Dari objeknya resiko dibagi menjadi tiga :
1.      Resiko orang (personal risk)
2.      Resiko harta kekayaan (porperty risk)
3.      Resiko tanggung jawab (liability risk)

Bahaya menimbulkan kondisi yang kondusif terhadap bencana yang menyebabkan kerugian, dan kerugian adalah penyimpangan yang tidak diharapkan, kejadian demikianlah yang dinamakan resiko. Kejadian itu dianggap sebagai kerugian atau loss. Sedangkan loss dapat diartikan menurunya atau hilangnya nilai akibat terjadinya suatu peristiwa (bencana) yang tidak dikehendaki. Kerugian itu harus dapat diukur dengan satuan uang, misalnya rupiah. Namun demikian, tidak semua kerugian dapat diukur dengan uang, meskipun hal itu merupakan kerugian besar bagi seseorang. Meskipun hal itu merupakan kerugian besar bagi seseorang yang berkepentingan atasnya. Sebagai contoh, matinya seekor kucing tidak dapt dihargai dengan uang meskipun kematian itu merupakan kerugian besar bagi seseorang.
Demikian juga halnya pada asuransi jiwa, asuransi kaki para pemain sepak bola, dan asuransi lainnya.
Sumber penyebab kerugian (resiko) dapat diklasifikasikan sebagai resiko sosial, fisik dan resiko ekonomi. Sumber utama resiko sosial adalah masyarakat, artinta tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan yang diharapkan.
Sumber resiko fisik disebabkan oleh fenomena alam dan sebagian lagi diciptakan oleh manusia itu sendiri. Sebagai contoh kebakaran, cuaca atau iklim, petir dan lain-lain.
Banyak resiko yang dihadapi manusia itu bersifat ekonomi. Sebagai contoh resiko ekonomi adalah inflasi, fluktuasi lokal, dan ketidak stabilan perusahaan individual.[6]

Syarat-syarat resiko yang dapat dijadikan objek asuransi, diantaranya :
·         Economically Feasibility of Losses
Kerugian seseorang tersebut mempunyai potensi yang cukup besar, tetapi posibilitinya tidak tinggi.
·         Diterminability of Losses
Probabilitas kerugian dapat diperhitungkan, tingkat premi asuransi itu didasarkan atas ramalan tentang masa depan.
·         Accidentality of Losses
Dengan Accidentality of Losses adalah tertanggung tidak boleh memiliki kontrol atau pengaruh terhadap kejadian yang hendak diasuransikan itu, baik berupa bahaya (hazard) moral atau morale.
·         Mass and Homogenity
Maksud syarat ini dapat dirinci dengan mengartikan massal sebagi objek asuransi harus ada sejumlah besar unit. Dalam hal asuransi mobil harus ada sejumlah besar mobil. Perusahaan mobil tidak melayani selusin mobil saja atau bahkan sepuluh rumah saja.[7]

C.      Resiko dan Ketidakpastian Dalam Asuransi Konvensional
a.       Resiko murni
Adalah suatu resiko yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga menimbulkan keuntungan.
b.      Resiko Spekulatif
Adalah resiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan yaitu kemungkinan yaitu kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dan kemungkian untuk mendapat kan kerugian.
c.       Resiko Individu
Adalah resiko yang dihadapi dalam kegiatan hidup sehari-hari dibagi menjadi tiga jenis :
o   Resiko pribadi
o   Resiko harta
o   Resiko tanggung gugat.[8]

D.      Berbagi Hasil dan Resiko Dalam Asuransi Syariah
Asuransi syariah menawarkan sistem bagi hasil (mudharabah) dan berbagi resiko karena itu pada saat membuka asuransi syariah, dana peserta harus dibagi dua sebagian dibagikan kedana kemanusian atau tabarruk, untuk menutup klaim dan sisanya menjadi premi tabungan.

1.      Produk unggulan
Produk unggulan syariah berbeda dengan asuransi konvensional jika asuransi konvensional, produk unitlink atau gabungan asuransi dengan investasi menjadi trend, sementara pada asuransi syariah takaful pada setiap perusahaan memiliki produk unggulan yang berbeda sesuai permintaan nasabah.
2.      Pengelolaan dana asuransi syariah
Didalam operasional pengelolaan asuransi syariah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab, bantu membantu dan melindungi diantara para peserta asuransi. Perusahaan asuransi diberi “amanah” oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai hasil kesepakatan, berdasarkan akta perjanjian jenis akad.
Keuntungan perusahanan asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari para peserta yang dikembangkan dengan prinsip sistem bagi hasil (mudharabah). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagaiyang menjalankan modal. mekanisme pengelolanan dana peserta atau premi terbagi menjadi dua sistem :
·         Sistem yang mengandung unsur tabungan yang disebut dana investasi.
·         Sistem yang tidak mengandung tabungan yang disebut tabarruk.

E.       Konsep Dasar Asuransi Syariah
Perkembangan produk-produk berbasis syariah yang bersifat khusus yaitu asuransi syariah. Sebagian warga masyarakat islam beranggapan bahwa asuransi menentang qada dan qadar atau bertentangan dengan takdir yang bertentangan Allah. Hanya saja manusia diperintahakan untuk membuat perencanaan dalam menghadapi masa depan.

Q.S. Al-Hasyar (59) ayat 18 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُواللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَا

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

F.       Perbedaan Asuransi Syari’ah  dan Asuransi Konvensional
Dibanding asuransi konvensional asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberpa hal, yaitu :
1.      Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan.
2.      Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tabaduli (jual beli antara nasabah dengan perusahaan)
3.      Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
4.      Premi yang terkumpul diperlukan tetap sebagai dana milik nasabah. Sedangkan asuransi konvensional premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah yang memilik otoritas penuh.
5.      Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangakn dalam asuransi konvensional dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusashaan.
6.      Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam suransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.

Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah dapat ditunjukan dalam tabel berikut ini :[9]

Keterangan
Asuransi Syariah
Asuransi Konvensional
Pengawasan dewan Syariah
Adanya Dewan Pengawas Syariah.
Fungsinya mengawasi produk yang dipasarkan dan investasi dana.
Tidak ada
Akad
Tolong-menolong (tafakul)
Jual beli
Investasi Dana
Investasi dana berdasarkan syariah dengan sistembagi hasil (mudharabah).
Investasi dana berdasarkan bunga
Kepemilikan Dana
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelola.
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan bebas mentukan investasinya.
Pembayaran Klaim
Dari rekening tabarru’ (dana kebijakan) seluruh peserta yang sejak awal sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong-menolong bila terjadi musibah.
Dari rekening dana perusahaan.
Keuntungan (profit)
Dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai dengan prinsip bagi hasil (mudharabah)
Seluruhnya menjadi milik perusahaan.

























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
o   Definisi resmi asuransi dalam pasal 246 KUH dagang: “Asuransi atau pertangguhan adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang penaggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan pengganti kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.
o   Tiga unsur penting dalam asuransi: pihak penjamin, pihak terjamin, dan resiko.
o   Resiko dan ketidakpastian dalam asuransi konvensional : resiko murni, resiko spekulatif, dan resiko individu.
o   Resiko dalam asuransi syariah : produk unggulan dan pengelolaan dana asuransi syariah.
o   Salah satu perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalahprinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tabaduli (jual beli antara nasabah dengan perusahaan).

B.       Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut andil wawasannya dalam penulisan ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan.
Semoga Allah SWT membalas semua jerih payah semua pihak yang telah membantu  menyelesaikan makalah ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.



DAFTAR PUSTAKA

Sigit Triandaru, Totok Budisantoso. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat. Edisi 2. 2008.
Ali, Zainuddin. Hukum Asuransi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.
Janwari, Yadi. Asuransi Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2005.
Dewi, Gemala. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2006.
Ismanto, Kuat. Asuransi Syariah: Tinjauan Asas-asas Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.
Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah (Life and General). Jakarta: Gema Insani. 2004.




[1] Kuat Ismanto, Asuransi Syari’ah, cet. 1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm 20.
[2]Ibid, hlm. 21-22.
[3]Ibid, hlm. 23.
[4]SigetRiandaru, TotokBudisantoso. Bank danLembagaKeunagan Lain, cet.2 (Jakarta: SalembaEmpat, 2008). Hlm. 179.
[5]Opcit.,Hlm. 25.
[6]Ibid, hlm. 32.
[7]Ibid, hlm. 34.
[8]Opcit, hlm. 179
[9] Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), hlm. 151. 

Leave a Reply