Identitas nasional




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Di era globalisasi ini bawasannya identitas nasional sebagai fenomena budaya, menyiratkan suatu ketidakstabilan atau kedinamisan. Dalam konteks ini identitas nasional berada dalam posisi berubah dan terus berubah. Dikarenakan banyaknya budaya asing yang masuk di negara kita dan meracuni beberapa tata kehidupan masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang mengalami kemiskinan, kebodohan, dan kesenjangan sosial.

  1. Rumusan Masalah
    1. Apa hakikat dan pengertian Identitas Nasional?
    2. Apa unsur – unsur pembentuk Identitas Nasional?  
    3. Apa saja faktor – faktor pendukung lahirnya Identitas Nasional?
    4. Mengapa Pancasila dijadikan sebagai nilai bersama dalam Identitas Nasional?
    5. Apa keterkaitan Globalisasi dan ketahanan nasional dengan Identitas Nasional?
    6. Apa makna multikultural dalam identitas nasional?

  1. Tujuan
-          Menjelaskan hakikat dan pengertian Identitas Nasional
-          Mengetahui unsur – unsur pembentuk Identitas Nasional
-          Memberi informasi tentang faktor – faktor pendukung lahirnya    Identitas Nasional
-          Mendeskripsikan Pancasila sebagai nilai bersama
-          Mengetahui keterkaitan Globalisasi dan ketahanan nasional dengan Identitas Nasional
-          Menjelaskan makna multikultural
 
  1. Batasan Masalah
Makalah ini hanya membahas :
    1. Pengertian  hakikat dan Identitas Nasional
    2. Unsur – unsur pembentuk Identitas Nasional
    3. Faktor – faktor pendukung lahirnya    Identitas Nasional
    4. Pancasila sebagai nilai bersama
    5. Keterkaitan Globalisasi dan ketahanan nasional dengan Identitas Nasional
    6. Makna multikultural  

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat dan Pengertian Identitas Nasional
Istilah “Identitas Nasional” dibentuk oleh dua kata yaitu identitas dan nasional. Identitas berasal dari bahasa Inggris yaitu “identity” yang berarti ciri, tanda / jati diri. Identitas dapat diartikan menjadi dua, yaitu:
-          identitas / jati diri yang menunjuk pada ciri – ciri yang melekat pada diri seseorang / sebuah benda.
-          Menjelaskan pribadi seseorang dan riwayat hidup seseorang.
Sedangkan nasional berasal dari kata “national” yang diartikan sebagai kelompok persekutuan hidup manusia yang lebih besar.
Dengan demikian identitas nasional adalah ciri, tanda / jati diri suatu bangsa yang mempunyai nilai – nilai budaya dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa yang menjadikan suatu bangsa itu berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.
Beberapa bentuk identitas nasional Indonesia :
-          Bahasa Nasional
-          Dasar Negara
-          Lagu Kebangsaan
-          Lambang Negara
-          Semboyan Negara
-          Bendera Negara
-          Konstitusi Negara
-          Bentuk Negara
-          Konsepsi
-          Kebudayaan Nasional

Pada hakikatnya Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai – nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri – ciri khas sehingga mempunyai nilai guna yang sangat penting bagi suatu bangsa yaitu memberikan identitas / jati diri yang berbeda dari bangsa lain. Dapat diartikan identitas nasional merupakan karakteristik suatu bangsa / Negara yang harus dijadikan pedoman agar tidak terpengaruh oleh identitas yang lain. Sehingga harus dijaga dengan komitmen – komitmen yang telah ditentukan.



B.     Unsur - Unsur Pembentuk Identitas Nasional
Identitas muncul pada saat adanya interaksi oleh seseorang dengan orang lain atau dengan kelompok lain. Sehingga dapat diartikan jati diri seseorang akan diakui keberadaannya apabila ada pengakuan dari orang lain.
Dalam pembentukan identitas pastinya terdapat unsur – unsur penunjang yang sangat penting agar jati dirinya diakui. Adapun unsur pembentuk identitas nasional bangsa, antara lain:

1. Wilayah Geografi
Wilayah geografi Indonesia secara historis adalah wilayah yang semula menjadi wilayah kekuasaan dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit, meliputi seluruh wilayah nusantara, sebagian Thailand, Malaysia, Singapura, sampai ke Filipina.Ketika bangsa Indonesia menyatakan diri menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, secara politik para pendiri negara menetapkan bahwa wilayah geografi yang menjadi identitas negara Indonesia adalah seluruh wilayah nusantara yang meliputi seluruh bekas jajahan Belanda.

 2. Suku Bangsa
Suku bangsa sebagai unsur pembentuk identitas nasional dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu suku bangsa askriptif dan kelompok migran. Suku bangsa askriptif adalah suku bangsa yang sudah ada di wilayah geografi nusantara, sedangkan kelompok migran adalah mereka yang telah menyatakan diri menjadi warga negara dan setia terhadap Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, ideologi dan dasar negara. Kelompok migran di Indonesia meliputi, migran dari Asia (Tionghoa, Arab, dan India), migran dari Eropa (Belanda, Jerman, Italia), migran dari Amerika (Kanada dan Amerika Serikat), migran dari Afrika (Mesir dan Nigeria). Oleh karena itu, bangsa Indonesia terbentuk dari ras dan suku bangsa yang majemuk, sebagian besar termasuk suku bangsa askriptif. Secara keseluruhan, di Indonesia terdapat lebih kurang 300 suku bangsa dengan bahasa dan dialek yang berbeda.




3. Agama
Agama menjadi unsur pembentuk identitas nasional berdasarkan realitas bahwa bangsa Indonesia tergolong sebagai rakyat agamis, yang secarasadar bersama-sama membangun hubungan yang rukun antar umat seagama dan antar umat beragama. Bagi bangsa Indonesia, kemajemukan dalam beragama merupakan anugerah dari Tuhan YME yang wajib disyukuri dan dikelola secara wajar. Sebagai upaya mencegah resiko konflik antar umat beragama diantaranya adalah saling mengakui secara positif keberadaanagama dan para pemeluk serta saling menghormati prinsip satu sama lain.

4) Kebudayaan
Kebudayaan menjadi unsur pembentuk identitas nasional karena realitasbahwa kebudayaan yang dipelihara dan berkembang di dalam lingkungansetiap suku bangsa berisi nilai-nilai dasar yang secara kolektif digunakanoleh para pendukungnya untuk menafsiirkan dan memahami lingkunganserta digunakan sebagai pedoman berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.

5) Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia yang sekarang digunakan sebagai bahasa pemersatu bangsa Indonesia berawal dari bahasa Melayu. Dalam interaksi antar suku bangsa yang mendiami kepulauan nusantara, bahasa melayu telah menjadi bahasa penghubung (lingua franca) jauh sebelum kemerdekaan. Dalam fungsinya sebagai bahasa penghubung itulah bahasa melayu kemudian ditetapkan oleh para pemuda dari Sabang sampai Merauke sebagai bahasa persatuan dalam ikrar Sumpah Pemuda.
C.    Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional
Lahirnya identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari dukungan faktor objektif, yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan geografis-ekologis dan demografis, dan faktor subjektif, yaitu faktor-faktor histories, politik, sosial, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa itu (Suryo, 2002)
Kondisi geografi-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai daerah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antar wilayah dunia di Asia Tenggara ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial, dan kultural bangsa Indonesia. selain itu, faktor histories yang dimiliki Indonesia ikut mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia beserta identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang ada di dalamnya. Hasil dari interaksi dari berbagai faktor tersebut melahirkan proses pembentukan masyarakat, bangsa dan negara-bangsa beserta identitas bangsa Indonesia, yang mengemukakan sewaktu nasionalisme berkembang di Indonesia pada awal abad ke XX.
Faktor penting lainnya yang mendorong tumbuhnya kesadaran kebangsaan di Indonesia adalah digunakannya bahasa  melayu sebagai bahasa kebangsaan, yang bersama-sama agama Islam memecahkan kecenderungan nasionalisme  sempit di Indonesia. Bahasa melayu ternyata di terima masyarakat yang sebenarnya sudah memiliki bahasa daerah/suku yang cukup berpengaruh dan digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat daerah / suku tersebut. Digunakannya bahwa melayu dalam pergaulan antar etnis turut mempercepat tumbuhnya kesadaran kebangsaan di Indonesia.
Pencarian identitas nasional bangsa Indonesia pada dasarnya melekat erat dengan perjuangan masyarakat dan bangsa Indonesia untuk membangun konsep “Indonesia”, sebagai atribut terbentuknya masyarakat dan bangsa baru atau Indonesia modern, dari reruntuhan bentuk masyarakat lama, baik yang bercorak tradisional maupun colonial. Oleh karena itu, pembentukan persoalan lainnya, yang berkaitan dengan dimensi sosial, kultural, ekonomi maupun politik.
D.    PANCASILA Sebagai Nilai Bersama
Di dalam Pancasila terdapat nilai – nilai yang dianggap sebagai nilai yang baik, luhur dan dianggap menguntungkan masyarakat sehingga nilai tersebut dapat diterima. Pancasila digambarkan sebagai seperangkat nilai yang dianggap benar, baik, adil dan menguntungkan itu dijadikan nilai bersama. Apabila sekelompok masyarakat bangsa menjadikan nilai dalam Pancasila sebagai nilai bersama maka Pancasila tersebut telah menjadi ideologi bangsa atau identitas nasional bangsa Indonesia. Konsekuensinya, Pancasila harus terus hidup dalam kehidupan masyarakat, lebih optimal sebagai kekuatan pemersatu bangsa. Pancasila harus menjadi perekat perbedaan kultur yang terbangun dalam masyarakat plural. Menjadi identitas bersama oleh semua kelompok masyarakat, bisa juga dimaknai sebagai identitas nasional yang bias menjadi media dalam menjembatani perbedaan yang muncul.     
E.     Globalisasi dan Ketahanan Nasional
Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Globalisasi sebagai gejala tersebarnya nilai – nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia / world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia (Lucian W. Pye, 1966).
Munculnya arus globalisasi yang dalam hal ini bagi sebuah Negara yang sedang berkembang akan mengancam eksistensi identitas nasional sebagai identitas bangsa. Sebagai bangsa yang masih dalam tahap berkembang kita tidak suka dengan globalisasi tetapi kita tidak bias menghindarinya. Globalisasi harus kita jalani ibarat kita menaklukan seekor kuda liar, kita yang berhasil menunggangi kuda tersebut atau malah kuda itu yang menunggangi kita. Maka dalam mengarungi era globalisasi ini kita harus bisa menyikapi dengan ketahan nasional yakni berpegang teguh pada ideologi Pancasila, memahami setiap alur globalisasi, setiap tindakan dan pemikiran harus dikelola dengan baik sesuai ideology Pancasila dan kemudian dimulai dari diri kita masing – masing untuk menerapkannya  dalam kehidupan sehari – hari, sehingga globalisasi akan dapat kita arungi dan keutuhan NKRI dapat terjaga dengan baik.  

F.     Multikultural

Telah disinggung di atas bahwa kebudayaan tidaklah statis, melainkan mengalami suatu proses yang terus berlangsung; dan agen akan menekan maknanya bila diposisikan dalam suatu proses semacam itu. Kebudayaan sebagian terkonstruksi dari berbagai cerita yang dengannya kita memintal jaringan-jaringan yang signifikan—yang bisa memahami masa lalu dan menggambarkan pilihan-pilihan masa depan. Kita juga mencatat, bahwa kehidupan kita diceritakan dan cerita-cerita kita dihidupkan. Sekarang, bagaimana spirit multikulturalisme (dengan mutual understanding) kiranya perlu diarahkan untuk menimbang kembali identitas nasional kita?

Identitas nasional, sebagai fenomena budaya, menyiratkan suatu ketidakstabilan, atau kedinamisan. Terlebih jika dilihat dalam konteks globalisasi, identitas nasional berada dalam posisi berubah dan terus berubah. Demikian juga ketika identitas nasional diposisikan dalam konteks pluralitas budaya (etnik)—identitas nasional pun mengalami dinamika dalam wujud dan pemaknaannya.

Situasi ketidakstabilan kebudayaan dan identitas dalam wacana global membawa kita pada pemahaman, bahwa kebudayaan dan identitas senantiasa merupakan pertemuan dan percampuran dari berbagai kebudayaan dan identitas yang berbeda-beda melalui proses hibridasi, yang berakibat kabur dan labilnya batas-batas kebudayaan yang mapan (Sayuti 2005:3). Dengan demikian, pada hakikatnya bangsa Indonesia secara keseluruhan (sebagai suatu kesatuan) juga perlu mengalami suatu ‘konstruksi identitas.’ Identitas nasional bukan entitas final yang dapat berlaku untuk segala ruang dan waktu, melainkan entitas yang selalu mengalami rekonstruksi dan transformasi pada taraf yang disepakati bersama.

Memang, dalam dinamika identitas budaya etnik di satu sisi dan kebutuhan mengidentifikasi diri dalam percaturan budaya global, masyarakat (etnik) cenderung melakukan redifinisi diri sendiri dan budayanya. Soedjatmoko dalam Alwasilah (2006:179) juga mengakui, bahwa dewasa ini bangsa Indonesia masih dalam proses mewujudkan corak-coraknya sendiri—identitasnya sendiri. Maksudnya, hingga kini belum jelas sosok kebudayaan—sosok identitas—yang mengindonesia secara utuh dan kental. Kini hanya ada corak-corak, yakni masing-masing kebudayaan daerah yang terus berubah karena langsung berinteraksi dengan kebudayaan asing; seolah melampaui garis budaya nasional. Dalam kalimat lain, identitas nasional, meski sudah cukup lama diwacanakan, belum memenuhi harapan seluruh elemen bangsa yang demikian plural.

Meski demikian, sebagai bangsa yang besar, dengan wilayah geografis yang demikian luas, kita harus merasa tertantang untuk senantiasa menghidupkan spirit multikulturalisme untuk melakukan internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai budaya sehingga melahirkan kesepakatan nilai universalitas keindonesiaan, yang bernama identitas nasional. Dialektika kebudayaan tampaknya masih harus dipacu dan diberdayakan agar sosok identitas nasional segera menemukan sosok atau bentuknya yang utuh dan kental.
Sejalan dengan pemikiran bahwa budaya nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah (etnik)—tanpa mengabaikan pro-kontramya (karena masih berkembang dan belum sosoknya belum final dan definitive)—, identitas nasional agaknya perlu dimaknasi sebagai atribut-atribut identitas budaya daerah (etnik) yang dianggap representatif dan diterima secara sukarela oleh seluruh kelompok etnik di negeri bangsa kita. Dalam kalimat lain, identitas nasional merupakan partikularitas-partikularitas identitas etnik yang diterima bersama sebagai nilai universalitas dalam kehidupan yang plural. Identitas nasional merupakan perwujudan kesepahaman kita tentang prinsip “keberagaman dalam kesatuan, dan kesatuan dalam keberagaman” untuk kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa.

Dengan spirit multikulturalisme, persilangan dialektik antara yang “lain” dan dorongan untuk mencipta dan mencipta ulang identitas lokal yang independen dalam suatu proses transformasi berkesinambungan—baik reaktualisasi, reinterpretasi, revitalisasi, atau entah apa namanya—menjadi imperatif untuk dilaksanakan. Tujuannya, menyiapkan sebuah habitat agar figur-figur yang terlibat di dalamnya mampu menghayati nilai (etnik) lokal, dan sekaligus mampu membuka ruang dialektika dengan yang lain dalam dirinya: untuk menjadi lokal sekaligus translokal dan global. Nilai lokal dan translokal yang diberi bingkai kesadaran multikultural hendaknya tetap menjadi sesuatu yang diutamakan (Sayuti 2005:5) dalam kaitannya dengan konstruksi identitas nasional. Dalam istilah lain, identitas nasional menuntut adanya pengembangan wacana ‘kearifan dialektika’ yang dinamis dan berkelanjutan (Kasiyan 2002:9).

Identitas nasional yang dinamis dan berkelanjutan sangat penting tidak hanya dalam rangka memayungi dinamika nilai-nilai identitas (etnik) lokal dan translokal, melainkan juga dalam rangka mengantisipasi dan menjawab tantangan budaya global. Identitas nasional akan mampu menjadi perekat kebersamaan dan kesatuan seluruh individu bangsa Indonesia (Adi & Koiri 2003). Dengan memiliki identitas nasional yang jelas dan mengikat kepentingan berbagai elemen bangsa, kita akan terpanggil untuk menunjukkan sikap-perilaku budaya yang mencerminkan dan menonjolkan nilai-nilai keindonesian. Disamping itu, kekuatan identitas nasional menyebabkan kita memiliki kebanggaan berbangsa, kemampuan bertahan dan tetap hidup (survive), dan kepatutan untuk diperhatikan oleh bangsa lain.

Bagaimana spirit multikultarisme memperkokoh identitas nasional, secara nyata, dapat kita pelajari dari pengalaman bangsa Amerika. Memang setting-nya berbeda dengan kita, namun perjalanan sejarah panjang mereka menunjukkan bahwa negara bangsa yang merupakan melting pot yang penuh pluralitas etnik tersebut—setelah mengalami berbagai beragam dialektika—akhirnya mampu memiliki identitas nasional yang patut dibanggakan dan ‘sangat hegemonik.’. Nilai demokrasi, misalnya, dengan segala kelebihan-kekurangannya, merupakan atribut atau ciri identitas yang tak lepas dari bangsa Amerika. Mereka bahkan mengklaim sebagai gudangnya demokrasi (arsenal of democracy). Singkat kata, dengan identitas nasional yang kokoh, Amerika akhirnya tampil sebagai negara-bangsa superpower dengan kekuatan paling dominan dalam percaturan global.

Kalau bangsa Amerika yang terkonstruksi dari sukubangsa Anglo-saxon, Indian, hispanik, Asia, dan beragam ras “migran” saja—dengan jarak budaya (cultural distance) jauh antara satu dan lainnya—mampu membangun indentitas yang kokoh, maka bangsa Indonesia seharusnya lebih mampu untuk itu. Mengapa demikian? Memang benar bahwa bangsa Indonesia terdiri dari beragam sukubangsa, yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, namun kita memiliki modal budaya berupa jarak budaya yang berdekatan dan bahkan persamaan/kesamaan. Kedekatan jarak budaya ini merupakan potensi besar untuk saling melengkapi dan mengokohkan diri secara bersama, guna menegakkan identitas nasional yang jelas dan berterima (acceptable) bagi semua sukubangsa.



Tentu saja, kita juga perlu memahami, bahwa identitas nasional Amerika dikembangkan dalam rentang waktu yang panjang dan ditebus dengan berbagai pengalaman historis pahit. Era Depresi, Perang Sipil, dan politik ras, antara lain, telah mematangkan identitas bersama di bawah semboyan “E pluribus unum”-nya. Meskipun demikian, dalam perspektif Fay di atas, bangsa Amerika telah berhasil menceritakan sejarah keamerikaannya dan sekaligus menghidupkan cerita atau sejarah bangsanya sehingga pluralitas budaya (negara bagian) kemudian menemukan “puncak-puncak”-nya pada kebudayaan nasional. Dari aras inilah seyogianya kita mengambil pelajaran positif tentang makna sebuah identitas nasional.




























BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
-          Identitas Nasional merupakan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas. Dengan cirri-ciri khas tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan kehidupannya. 
-          Unsur pembentuk identitas nasional, yaitu : wilayah, suku bangsa, agama, kebudayaan, bahasa Indonesia.
-          Sebagai ideologi Negara, Pancasila berperan penting dalam Identitas Negara karena sebagai acuan dan nilai bersama.
-          Globalisasi memberikan dampak positif dan negatif dalam identitas nasional, sehingga perlu adanya ketahanan nasional untuk membentengi jatidiri Negara.

B.     KRITIK DAN SARAN
Kita harus dapat menjaga Identitas Nasional dengan persatuan dan kesatuan serta dengan ideology Pancasila supaya identitas kita tidak dijajah oleh bangsa atau Negara lain.   

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
  























DAFTAR PUSTAKA





 
                                                              













































One Response so far.

  1. cari lagu kayak gitu dimana gan?alamat webnya apa?

Leave a Reply