Manajemen Pengawasan Resiko Pada BANK
Manajemen
Pengawasan Risiko Pada Bank Syariah
01/06/2010 — Dunia pesantren
Dari
bab sebelumnya kita telah mengenal adanya beberapa jenis risiko yang antara
lain adalah risiko kredit (credit risk), risiko likuiditas (liquidity
risk), dan risiko tingkat bunga (interest rate risk). Disamping itu
kita juga mengenal adanya risiko nilai tukar valuta asing (foreign exchange
rate risk), dan risiko operasional (operational risk). Berbagai
jenis risiko itu juga dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu: (1)
Risiko yang sistematis (systematic risk), yaitu risiko yang diakibatkan
oleh adanya kondisi atau situasi tertentu yang bersifat makro, seperti
perubahan situasi politik, perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahan
situasi pasar, situasi krisis atau resesi, dan sebagainya yang berdampak pada
kondisi ekonomi secara umum; dan (2) Risiko yang tidak sistematis (unsystematic
risk), yaitu risiko yang unik, yang melekat pada suatu perusahaan atau
bisnis tertentu saja.
Perbankan
Islam juga berpotensi menghadapi risiko-risiko tersebut, kecuali risiko tingkat
bunga, karena Perbankan Islam tidak akan berurusan dengan bunga.
- 1. Risiko kredit
Risiko
kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan/atau
bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya.[1]
Penyebab
utama terjadinya risiko kredit adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman
atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan
likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi
berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
Risiko
ini akan semakin nampak ketika perekonomian dilanda krisis atau resesi.
Turunnya penjualan mengakibatkan berkurang-nya penghasilan perusahaan, sehingga
perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban membayar
hutang-hutangnya. Hal ini semakin diperberat dengan meningkatnya tingkat bunga.
Ketika bank akan mengeksekusi kredit macetnya, bank tidak memperoleh hasil yang
memadai, karena jaminan yang ada tidak sebanding dengan besarnya kredit yang
diberikannya. Dan tentu saja bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang
berat, jika ia mempunyai kredit macet yang cukup besar.
Risiko
kredit muncul manakala bank tidak dapat memperoleh kembali tagihannya atas
pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama
dari risiko ini adalah penilaian kredit yang kurang cermat dan lemahnya
antisipasi terhadap berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
Risiko
ini dapat ditekan dengan cara memberikan batas wewenang keputusan kredit bagi
setiap aparat perkreditan, berdasarkan kapabilitasnya (autorize limit)
dan batas jumlah (pagu) kredit yang dapat diberikan pada usaha atau perusahaan
tertentu (credit line limit), serta melakukan diversifikasi.
- 2. Risiko likuiditas
2.1.
Risiko likuiditas
Pemicu
utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang besar maupun yang kecil,
bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan lebih kepada
ketidakmampuan bank memenuhi kebutuhan likuiditasnya.
Likuiditas
secara luas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana
(cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Likuiditas
penting bagi bank untuk menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari, mengatasi
kebutuhan dana yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan
memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik dan
menguntungkan.[2]
Likuiditas
yang tersedia harus cukup, tidak boleh terlalu kecil sehingga mengganggu
kebutuhan operasional sehari-hari, tetapi juga tidak boleh terlalu besar karena
akan menurunkan efisiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas.
Risiko
likuiditas muncul manakala bank mengalami ketidak-mampuan untuk memenuhi
kebutuhan dana (cash flow) dengan segera, dan dengan biaya yang sesuai,
baik untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun untuk memenuhi
kebutuhan dana yang mendesak.
Besar-kecilnya
risiko ini banyak ditentukan oleh :
q
kecermatan perencanaan arus kas (cash flow) atau arus dana (fund
flow) berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana-dana,
termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana-dana (volatility of funds);
q
Ketepatan dalam mengatur struktur dana-dana termasuk kecukupan dana-dana non
PLS;
q
Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan
q
Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya,
termasuk fasilitas lender of last resort.
- 3. Risiko Nilai Tukar Valuta Asing
Risiko
nilai tukar valuta asing (foreign exchange rate risk) timbul apabila
bank mengambil posisi terbuka (open position). Di saat bank berada pada
posisi beli (overbought position / long position), kerugian akan terjadi
bila nilai tukar mata uang lokal (currency base) cenderung naik
(menguat), dan sebaliknya pada saat bank berada pada posisi jual (oversold
position / short position), kerugian akan terjadi apabila mata uang lokal
cenderung turun (melemah).
Risiko
nilai tukar valuta asing ini dapat ditekan dengan cara membatasi atau
memperkecil posisi, atau bahkan dapat dihindari sama sekali bila bank selalu
mengambil posisi squaire.
Bagi
Perbankan Islam, pada umumnya lebih mampu menghindari risiko nilai tukar valuta
asing, karena mereka dituntut untuk mematuhi norma-norma syariah yang antara
lain adalah:
q
Bank Islam hanya melakukan transaksi komersil dan tidak akan pernah melakukan
transaksi arbitrage;
q
Bank Islam hanya akan melakukan pertukaran valuta asing secara tunai;
q
Bank Islam tidak melakukan short selling; dan
q
Bank Islam tidak akan pelakukan pertukaran tanpa penyerahan (non delivery
trading).
- 4. Risiko Operasional
Menurut
definisi Basle Committee[3],
risiko operasional adalah risiko akibat dari kurangnya (deficiencies)
sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan
kerugian yang tidak diharapkan. Risiko ini berkaitan dengan kesalahan manusiawi
(human error), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan
kontrol.
Dalam
definisi ini kita jumpai semua komponen yang relevan dengan risiko operasional
yaitu:
1.
Sistim informasi;
2.
Pengawasan Internal;
3.
Kesalahan manusiawi (human error);
4.
Kegagalan sistem; dan
5.
Ketidakcukupan prosedur dan kontrol.
Pangeran
Muhammed Al Faisal[4]
menyatakan bahwa khususnya bagi Bank Islam, yang sangat diperlukan adalah: good
governance, transparancy, and accounting standard.
British
Banker Association dalam tahun 1997 melaporkan bahwa 69% (enam puluh sembilan
persen) responden menyatakan bahwa risiko operasional lebih penting daripada
risiko pasar dan risiko kredit[5].
Manajemen
operasional merupakan area dimana industri-industri, sektor-sektor yang
penting, dan para kompetitor betul-betul berkemauan untuk membagi informasi dan
ide-ide. Setiap industri, sebagai lembaga individu, untuk mencapai sukses
memerlukan lingkungan dan ekonomi yang stabil. Salah satu faktor yang dapat
mengganggu adalah kegagalan bank. Bila kegagalan itu ternyata adalah akibat
dari kelemahan kontrol operasional, maka akibatnya adalah kepercayaan nasabah
dan reputasi industri bisa hancur.
Adalah
tidak mudah untuk menerapkan manajemen risiko dari nol. Untungnya ada model
yang dapat dicontoh. Kelompok industri lain mempunyai metode pengelolaan risiko
operasional yang sangat mapan, layak dan teruji. Industri penerbangan,
industri petrokimia dan industri militer adalah contoh eksponen-eksponen ahli
dalam manajemen risiko operasional. Lembaga-lembaga keuangan dapat mengadopsi
model ini untuk memenuhi kebutuhannya.
Beberapa
terms yang sering digunakan dalam manajemen risiko operasional adalah
sebagai berikut:
Hazard: kondisi yang potensial menyebabkan
terjadinya kerugian atau kerusakan
Exposure: Sumber-sumber yang besar
kemungkinannya diakibatkan oleh even yang sudah terjadi, lembur atau
pengulangan kejadian yang sama.
Probability: kemungkinan bahwa suatu even akan terjadi.
Risk: kemungkinan kerugian dari hazard,
diperhitungkan dari kemungkinan dan kehebatan kerugian selama periode tertentu.
Risk
control: Tindakan
yang dirancang untuk mengurangi risiko, seperti perubahan prosedur, perbaikan
fasilitas, supervisi ekstra dan sebagainya.
Risk
management: pengambilan
keputusan yang rasional dalam keseluruhan proses penanganan risiko, termasuk risk
assessment, sebagaimana tindakan untuk membangun dan menerapkan
pilihan-pilihan kontrol risiko.
Gambling: pengambilan keputusan risiko tanpa assessment
yang rasional atau prudent atau keterlibatan manajemen risiko.
Sebagai
perbandingan, Angkatan Udara Amerika Serikat (US Air Force)
menggunakan enam tahap proses yang jelas dan sederhana. Mereka berargumentasi
bahwa lembaga atau organisasi lain yang menggunakan lima tahap proses, hanyalah
mengkombinasikan dua dari enam tahap proses mereka. Tahap-tahap tersebut adalah
sebagai berikut:
(1)
Mengidentifikasi hazard
Mempertimbangkan
semua aspek dari situasi saat ini dan yang akan datang, lingkungan dan masalah
yang secara historis diketahui. Dalam mengidentifikasi hazard,
pengalaman tidak dapat terlalu diandalkan. Ini adalah alat yang paling efektif
yang tersedia. Pengidentifikasian hazard harus didekati secara bersama
karena tidak seorangpun yang dapat melakukannya sendiri dengan sukses.
“Pikirkanlah kesalahan yang dapat terjadi, sekecil apapun kemungkinannya”.
(2)
Menaksir risiko
Berdasarkan
hasil identifikasi hazard, tahap berikutnya adalah menganalisis risiko
yang terkait, bagaimana dan seberapa besar kemungkinannya. Angkatan Udara
Amerika Serikat percaya, bahwa tahap ini adalah merupakan inti dari program
manajemen risiko. Kesuksesan tahap ini tergantung pada kualitas analisa risiko
dan biaya.
- Apa hasil terbaik ?
- Apa hasil yang paling mungkin ? dan
- Bagaimana kemungkinannya masing-masing ?
Ketiga
pertanyaan tersebut masing-masing harus mendapat perhatian yang cukup. Analisa
dapat dilakukan secara kuantitatif ataupun secara kualitatif, tergantung pada
situasi (waktu, biaya dan kapabilitas).
Konsep
penting lainnya, adalah interaksi. Interaksi terjadi bila dua buah hazard
atau lebih terjadi bersama-sama sekaligus. Misalnya situasi dimana pengawasan
internal lemah terjadi pada ketidak-jujuran yang terjadi dalam suatu
lingkungan. Pengalaman dan pikiran jernih merupakan jalan terbaik untuk menaksir
interaksi secara konsisten.
(3)
Menganalisa kadar pengawasan risiko
Angkatan
Udara Amerika Serikat menggunakan risk assessment matrix untuk membangun
kadar pengawasan yang diperlukan. Matrix mengkombinasikan berat-ringannya beban
risiko dan kemungkinan hazard sampai lima level. Level-level risiko atau
taksiran risiko operasional ini menjelaskan semua dampak dari semua hazard
yang terkait dengan operasi.
1)
Sangat tinggi (extremely high) : kehilangan kemampuan untuk
menyelesaikan operasi
2)
Tinggi (high) : kehilangan kemampuan untuk memenuhi persyaratan
standar operasi
3)
Sedang (medium): turunnya kemampuan dalam pemenuhan persyaratan
standar operasi
4)
Rendah (low): Tidak (sedikit) berdampak pada penyelesaian operasi
5)
Sangat rendah (residual risk): risiko tersisa setelah dilakukan
usaha pengurangan risiko.
Level-level
risiko yang diperoleh dari matrix yang digunakan itu adalah fleksibel dan
bervariasi antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, tergantung
pada sifat dasar dari operasi dan kemauan perusahaan untuk menerima risiko. Hal
ini harus diformulasikan dalam bentuk kebijakan tertulis oleh setiap bank.
Walaupun demikian ada aturan yang keras dan cepat, yang harus diterapkan yaitu:
bila
tidak dapat mengontrol risiko – hindarkanlah
!
Ada
empat tahap dalam menganalisa kadar pengawasan risiko yaitu :
- Membangun pengawasan risiko
Yaitu
kadar pengawasan yang harus dibangun untuk mengeliminasi hazard dan
mengurangi risiko. Begitu pengawasan risiko dibangun, maka risiko dievaluasi
sampai risiko dapat dikurangi, sampai pada level dimana manfaatnya lebih banyak
daripada biaya potensial.
- Mengidentifikasi pengawasan risiko
Pembangunan
pengawasan risiko diawali dengan pengambilan tingkat risiko yang ditentukan
sebelumnya dan mengidentifikasi sebanyak mungkin pilihan pengawasan risiko yang
mungkin diambil bagi semua hazard yang melampaui tingkat risiko yang
bisa diterima.
- Menentukan efektifitas risiko
Setelah
identifikasi pilihan pengawasan risiko, proses berikutnya adalah menentukan
efek dari setiap pengawasan yang berkaitan dengan hazard.
- Memilih pengawasan risiko
Pengawasan
yang terbaik adalah yang konsisten dengan tujuan operasional dan penggunaan
sumber daya yang tersedia secara optimal.
(4)
Membuat Keputusan Pengawasan Risiko
Keputusan
pengelolaan risiko harus dibuat secara dini dalam tahap penyusunan perencanaan.
Hal ini lebih mudah diintegrasikan dalam suatu operasi daripada mencoba
menyelipkannya pada tahap akhir. Keputusan yang demikian dibuat setelah
menganalisa secara hati-hati semua aspek operasi. Proses analisa tersebut harus
logis melalui konsultasi dengan semua unsur atau pihak yang relevan.
Pada
dasarnya tahap ini harus dilakukan oleh kelompok manajemen senior yang
bertanggung jawab atas strategi pengelolaan risiko.
(5)
Menerapkan Pengawasan
Setelah
keputusan diambil, tahap berikutnya adalah menerapkan pengawasan. Ini adalah
tahap dimana manfaat dari persiapan dan pemikiran yang hati-hati menjadi jelas.
Dalam
rangka mencapai kesuksesan dalam penerapan pengawasan, haruslah ditemukan
kebutuhan mutlak untuk mendapatkan satu pendekatan menyeluruh terhadap risiko
operasional, dan kebijakan umum harus dipertahankan dengan ketat untuk
memastikan integritas.
Manajemen
pada semua level harus diberikan wewenang
untuk
mengkomunikasikan semua standar yang diperlukan kepada staf mereka dan kemudian
menerapkannya dalam wilayah tanggung jawab mereka. Manajemen tidak boleh
menganggap bahwa staf mereka tahu ataupun mengerti pengawasan yang ditentukan.
Konsekuensinya, setiap pernyataan yang berhubungan dengan manajemen risiko
harus jelas, praktis dan disosialisasikan.
(6)
Supervisi dan evaluasi
Setiap
program manajemen risiko, baik risiko operasional, risiko pasar atau risiko
kredit, harus secara berkesinambungan (continue) di-review dan
di-update. Risiko operasional adalah dinamis dan terus-menerus berubah,
lebih dari risiko pasar dan risiko kredit. Program tersebut tidak dapat hanya
ditulis sebagai doktrin lalu dilupakan.
Adalah
tanggung jawab manajemen untuk memastikan bahwa standar minimum telah diikuti
dan standar maksimum dicapai semaksimal mungkin. Bila menemukan sesuatu yang
tidak direncanakan, maka program tersebut harus diberhentikan dan dievaluasi.
Itulah
proses yang telah dilakukan oleh Militer Amerika Serikat, dan dapat dipakai
oleh tipe organisasi lain yang berbeda dalam menghadapi isu manajemen risiko
operasional. Lembaga keuangan dapat belajar dari pengalaman mereka, dan
pengalaman dari yang lain.
Dr.
Paul Dorey dari Barclays Bank [6]
menyatakan, bahwa manajemen risiko bukan hanya sekedar kemungkinan (probability),
tetapi juga masalah informasi atau kekurangan informasi.
Mereka
percaya[7],
bahwa bagaimanapun proses dipilih untuk menerapkan strategi pengelolaan risiko,
dimana ada tiga elemen yang merupakan kunci sukses penciptaan dan penerapannya,
yaitu:
Budaya
(culture)
Apakah
Pengurus (the Board of Directors) dan manajemen senior dari lembaga keuangan
menerima dan secara aktif memelihara tanggung jawab dalam manajemen
risiko.
Apakah
mereka sebagai tim bekerja sama dan mendemonstrasikan penerimaan tanggung jawab
itu.
Informasi
Apakah
institusi keuangan telah memformulasikan prosedur untuk memperoleh informasi
secara sentral, terkoordinir dan memungkinkan kelompok manajemen membuat
keputusan-keputusan yang diketahui secara baik tentang bagaimana mereka
mengelola risiko operasional.
Tindakan
Apakah
keputusan-keputusan pengawasan diambil secara cepat dan secara meyakinkan, dan
penerapannya diawasi dengan ketat dan tertib.
Tidak
ada seorangpun dapat membantu menciptakan ketiga faktor tersebut. Hal ini harus
diputuskan atau diciptakan oleh manajemen dari masing-masing institusi.
*****
[1]
John Bitner dan Robert A Goddard, Asset/Liability Management: A Guide
To the Future Beyond GAP, (New York: John Wiley & Sons, 1992), p. 77.
[2]
Ibid, p.46-47.
[3]
Philip H Martin, “Operational Risk Management”, Speech, presented to the
4th Islamic Banking and Finance Forum, Bahrain, Desember 1997.
[4]
Interview with Prince Muhammed Al Faisal intitled Banking on Ethics (Islamic
Banker : Dec 96/Jan 97 edition), ibid.
[5]
ibid.
[6]
ibid.
[7]
ibid.