pengertian Aqad


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian  Akad
Istilah “ perjanjian “  dalam hukum  Indonesia  disebut  “akad” dalam hukum islam. Kata akad berasal dari kata al-aqd yang berarti mengikat , menyambung  atau  menghubungkan (ar-rabt).[1] Akad  diartikan sebagai “janji (al-‘ahd)” sebagaimana dijelaskan dalam surat Ali Imran   ayat 76: 
الْمُتَّقِينَ يُحِبُّ اللَّهَ فَإِنَّ وَاتَّقَى بِعَهْدِهِ أَوْفَى مَنْ بَلَى
“(bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)  nya dan bertaqwa. Maka sesungguhnya alloh menyukai orang-orang yang bertaqwa.”[2]
Secara istilah (terminologi) , pengerian akad dapat dilihat  dari pengertian khusus dan umum 
                        Secara umum:
                        “setiap yang diinginkan manusia untuk mengerjakannya baik keinginan tersebut berasal dari kehendaknya sendiri , misal dalam hal wakaf , atau kehendak tersebut timbul dari dua orang , misalnya dalam hal hal jual beli , ijarah”.[3]
                        Secara khusus:
                        “perikatan yang ditetapkan dengan ijab kabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada obyeknya.”[4]
            Rukun Akad
  1. Aqid (Orang yang menyelenggarakan akad).
Aqid adalah pihak-pihak yang melakukan transaksi, atau orang yang memiliki hak dan yang akan diberi hak, seperti dalam hal jual beli mereka adalah penjual dan pembeli. Ulama fiqh memberikan persyaratan atau criteria yang harus dipenuhi oleh aqid antara lain:
-          Ahliyah
  1. Wilayah
    Ma’qud ‘Alaih (objek transaksi)
Ma’qud ‘Alaih harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
·         Obyek transaksi harus ada ketika akad atau kontrak sedang dilakukan.
·         Obyek transaksi harus berupa mal mutaqawwim (harta yang diperbolehkan               syara untuk ditransaksikan) dan dimiliki penuh oleh pemiliknya.
·         Obyek transaksi bisa diserahterimakan saat terjadinya akad, atau dimungkinkan dikemudian hari.
·         Adanya kejelasan tentang obyek transaksi.
·         Obyek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan barang najis.
  1. Maudhu’ al-‘aqd
            Yaitu tujuan pokok dalam melakukan akad.
4.      Shighat,
            Shighat yaitu Ijab dan Qobul.
            Dalam ijab qobul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, ulama fiqh menuliskannya sebagai berikut :
a. adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak.
b. Adanya kesesuaian antara ijab dan qobul
c. Adanya pertemuan antara ijab dan qobul (berurutan dan menyambung).
d. Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, tidak       menunjukkan penolakan dan pembatalan dari keduannya.
            Ijab Qobul akan dinyatakan batal apabila :
a. penjual menarik kembali ucapannya sebelum terdapat qobul dari si pembeli.
b. Adanya penolakan ijab dari si pembeli.
c. Berakhirnya majlis akad. Jika kedua pihak belum ada kesepakatan, namun keduanya telah pisah dari majlis akad. Ijab dan qobul dianggap batal.
d. Kedua pihak atau salah satu, hilang ahliyah -nya sebelum terjadi kesepakatan
e. Rusaknya objek transaksi sebelum terjadinya qobul atau kesepakatan.

  1. Syarat- syarat Akad
            Syarat-syarat terjadinya  terjadinya akad ada dua macam, yaitu:
  1. Syarat-syarat yang bersifat umum
  2. Syarat umum yang wajib dipenuhi dalam dalam berbagai macam akad:
1.      Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli), maka tidak sah orang yang tidak cakap bertindak , seperti orang gila.
2.      Yang dijadikan obyek akad dapat menerima hukumnya.
3.      Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melekukannya, walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.
4.      Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara’
5.      Akad dapat memberikan faidah, maka tidaklah sah bila rahn dianggap sebagai imbangan amanah.
6.      Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul
7.      Ijab dan kabul mesti bersambung
  1. Syarat-syarat yang bersifat khusus.

C.     Macam- macam Akad
            Setelah dijelaskan syarat-syarat akad, pada bagian ini akan dijelaskan macam-macam akad , yaitu:
1.      ‘Aqad  Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad.
2.      ‘Aqad  Mu’allaq ialah akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad
3.       ‘Aqad  Mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, penyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan, perkatan ini sah  dilakukan pada waktu akad, tapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan .
Selain akad munjiz, mu’allaq dan mudhaf macam-macam akad beraneka ragam tergantung dari sudut pandang tujuannya , mengingat ada perbedaan-perbedaan tinjauan, maka  akad akan ditinjau dari segi:
1.      Ada dan tidaknya qismah pada akad, maka akad terbagi manjadi dua bagian:
a.       Akad musammah
b.      Akad ghair musammah
Disyariatkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi dua:
a.       Akad musyara’ah
b.      Akad mamnu’ah
2.      Sah dan batalnya akad , di tinjau dari segi ini terbagi dua:
a.       Akad shahibah
b.      Akad fasihah
3.      Sifat bendanya, ditinjaau dari sifat ini benda akad terbagi dua:
a.       Akad ‘ainiyah
b.      Akad ghair ‘ainiyah
4.      Cara melakukanya, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
a.       Akad yang harus dilaksanakan dengan udpacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi , wali dan petugas pencatat nikah.
b.      Akad ridla’iyah yaitu akad-akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan terjadi karena keridhoan dua belah pihak, seperti akad pada umumnya.
5.      Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini dibagi minjadi dua bagian:
a.       Akad nafidzah
b.      Akad mauqufah
6.      Luzum  dan dapat dibatalkanya, dari segi ini  akad dapat dibagi empat:
a.       Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan seperti akad kawin, manfaat perkawinan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain , seperti bersetubuh, tapi akad nikah dapat diakhiri dengan cara yang dibenarkan syara’ seperti thalak dan khulu’
b.      Akad  lazim yang menjadi hak kedua belah pihak  dan dapat dipindahkan  dan dirusakkan seperti persetujuan jual beli dan akad-akad lainnya.
c.       Akad lazim yang menjadi hak salah satu pihak , seperti rahn , orang   yang menggadai sesuatu  benda punya kebebasan kapan saja ia akan  melepaskan rahn atau menebus kembali barangnya.
d.      Akad lazimah yang menjadi hak dua belah pihak tanpa menunggu  persetujuan  salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh yang menitipkan  tanpa  menunggu persetujuan yang menerima titipan atau yang menerima titipan boleh  mengembalikan barang yang dititipkan kepeda yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan dari yang menitipkan.
7.      Tukar menukar hak, dari segi ini dibagi menjadi tiga bagian :
a.       Akad mu’awadlah yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti jual beli.
b.      Akad tabarru’at , yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertololongan, seperti hibah .
c.       Akad yang tabarruat pada awalnya dan menjadi akad mu’awadlah pada akhirnya seperti qiradh dan kafalah.
8.      Harus dibayar ganti tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian:
a.       Akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua sesudah benda-benda itu diterima seperti qaradh.
b.      Akad amanah, yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda , bukan  yang k oleh yang memegang barang , seperti titipan.
c.       Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu  segi merupakan dlaman, menurut segi yang lain merupakan amanah , seperti rahn(gadai).
9.      Tujuan akad, dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima golongan:
a.       Bertujuan tamlik seperti jual beli.
b.      Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama( perkongsian) seperti syirkah dan mudharabah.
c.       Bertujuan tautsiq (memperkokoh kepercayaan) saja seperti rahn dan kafalah.
d.      Bertujuan menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah.
e.       Bertujuan mengadakan pemeliharaan , seperti ida’ atau titipan.
10.  Faur dan istimrar, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a.       Akad fauriyah yaitu akad-akad yang dalam pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya sebebtar saja seperti jual beli.
b.      Akad istimrar disebut pula akad zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan , seperti i’arah.
11.  Asliyah dan thahi’iyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a.       Akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu dari yang lain , seperti jual beli dan i’arah
b.      Akad  Thahi’iyahyaitu  akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti adanya rahn tidak dilakukan bila tidak adanya hutang.
  1. Pengertian Khiyar
Secara bahasa, khiyar artinya: memilih, menyisihkan, dan menyaring. Secara umum artinya adalah menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi. Sedangkan menurut istilah ulama fiqih, khiyar artinya: Hak yang dimiliki orang yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antara dua hal yang disukainya, meneruskan perjanjian tersebut atau membatalkannya.
  1. Macam- macam Khiyar
1.      Khiyar majlis
            Khiyar majlis artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan
melanjutkan jualbeli atau membatalkannya, selama keduanya masih ada
dalam satu tempat (majlis).
2.      Khiyar  ta'yin
            Khiyar ta'yin adalah hak untuk menentukan bagi seorang yang
melakukan akad antara tiga macam objek transaksi yang berbeda baik
dalam segi harga maupun sifatnya yang telah disebutkan ketika akad.
3.      Khiyar Syarat
Khiyar Syarat adalah hak untuk meneruskan atau membatalkan
transaksi bagi salah sau pihak atau keduanya dengan syarat dalam jangka
waktu tertentu. Pensyari'atan khiyar ini dimaksudkan untuk menghindari
penipuan dalam suatu transaksi.
4.      Khiyar  'aib
Merupakan hak untuk meneruskan atau membatalkan akad jualbeli karena adanya unsur 'aib (cacat) yang terdapat pada objek akad. Dasar penshari'atan khiyar ini adalah hadith Nabi sebagai berikut:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيهِ بَيْعًا وَفِيهِ عَيْبٌ إلَّا بَيَّنَهُ لَهُ
"Orang muslim adalah saudaranya orang muslim. Tidak dihalalkan
bagi orang muslim untuk menjual kepada saudaranya dengan suatu
jualbeli yang di dalamnya terdapat 'aib kecuali apabila ia
menjelaskannya".
لَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَبِيعَ شَيْئًا إلَّا بَيَّنَ مَا فِيهِ ، وَلَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ يَعْلَمُ ذَلِكَ إلَّا بَيَّنَهُ
"Tidak dihalalkan bagi seseorang menjual sesuatu kecuali ia
menjelaskan apa yang ada di dalamnya, dan tidak dihalalkan bagi
seseorang yang mengetahui hal tersebut ('aib) kecuali ia
menjelaskannya".
5.      Khiyar ru’yah (melihat)
Khiyar ru’yah adalah hak pembeli untuk membatalkan atau tetap melengsungkan akad ketika dia malihat obyek akad dengan syarat dia belum melihatnya ketika berlangsung akad, atau sebelunya dia pernah melihatnya dalam batas waktu yang memungkinkan telah terjadi perubahan atasnya.
6.      Khiyar Naqd (pembayaran )
Khiyar naqd terjadi apabila dua belah pihak melakukan jual beli dengan keetentuan jika pihak pembeli tidak melunasi pembayaran, atau pihak penjual tidak menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu. Maka pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad.
  1. Berakhirnya Akad
Berakhirnya akad dapat disebabkan karena fasakh, kematian atau karena tidak adanya pihak lain dalam hal akad mauquf.
a.       Berakhirnya akad karena fasakh
b.      Berakhirtnya akad karena kematian
c.       Berakhirnya akad kerena tidak adanya izin pihak lain. Akad akan berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang tidak mengizinkannya atau meninggal dunia sebelum ia memberikan izin.



[1] Hendi suhendi, fiqh mu’amalah (jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2002), h.44-45
[2] Qomarul huda, fiqh mu’amalah (yogyakarta: teras,2011), h. 26
[3] Ibid.
[4] Ibid, h. 27 

Leave a Reply