PERANAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN SEKTOR RIIL
MAKALAH
“PERANAN PERBANKAN
SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN SEKTOR RIIL”
(Studi Kasus UMKM Sektor Industri dan Jasa
Komersial)
Diajukankepada :Andi M. Hatta
Tanjung, S. Pd., MM.

DisusunOleh
:
Kelompok 4
Citra Mulya Sari : 3223113024
Deny Ardianto : 3223113025
Desi Laela Sari : 3223113026
Dewi Sri Rahayu : 3223113027
Dian Sri Rahayu : 3223113028
Prodi
Perbankan Syariah / Jurusan Syariah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) TULUNGAGUNG
Tahun Pelajaran 2012-2013
DAFTAR ISI
Cover.............………………………………...……………...................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....…...…………………………….…….........1
B. Rumusan Masalah.....................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan
Pustaka.......................................................................2
BAB III PEMBAHASAN
A.
Peranan Bank Umum Syariah Dalam
Pengembangan
Sektor Riil................................................................................4
B.
Pembiayaan Bank Syariah Bersama 4
Cabang
Bandung: Studi
Kasus Nasabah di Industri Sepatu,
Industri Jaket
Kulit dan Industri Jasa .....................................7
C. Faktor
Penghambat Percepatan Perkembangan
Perbankan
Syariah..................................................................11
D.
Faktor Pendorong
Percepatan Perkembangan
Perbankan
Syariah..................................................................12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………….....………...……..……............…......14
B. Saran......................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peran Bank Umum Syariah (BUS) dalam
mendorong perkembangan sektor riil. Pembahasannya akan menganalisis peran
perkembangan BUS secara makro dan peran BUS dalam menggerakkan sektor riil
dengan studi kasus di bidang usaha pembuatan sepatu, bidang usaha pembuatan
jaket dan bidang usaha jasa komersial di Jawa Barat. Analisis mengenai hal ini
menjadi sangat menarik mengingat kontribusi BUS dalam menggerakkan sektor riil
kini terus menunjukkan trend peningkatan.
Hal ini setidaknya bisa dilihat
dari dua indikator utama yaitu: Pertama, indikator penyaluran pembiayaan oleh
BUS untuk keperluan pembiayaan modal kerja dan investasi yang terus bertambah;
Kedua, porsi penyaluran pembiayaan modal kerja dan investasi BUS terhadap total
kredit Bank Umum untuk kredit modal kerja dan investasi juga semakin besar.
Peran BUS dalam mendorong sektor
riil ini akan semakin diharapkan, terlebih setelah Bank Indonesia melalui PBI
Nomor 11/10/PBI/2009 mendorong pengalihan status Unit Usaha Syariah (UUS)
menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
B.
Rumusan Masalah
1.
Peranan Bank Umum Syariah Dalam
Pengembangan Sektor Riil.
2.
Pembiayaan Bank Syariah Bersama 4
Cabang (Bandung: Studi Kasus Nasabah di Industri Sepatu, Industri Jaket Kulit
dan Industri Jasa Komersial).
3. Faktor
Penghambat Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah.
4. Faktor
Pendorong Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah
BAB II
LANDASAN TEORI
Tinjauan Pustaka
Tujuan
pokok dari ekonomi Islam (Islamic economics) adalah untuk menemukan dan menetapkan suatu
tata ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana yang telah diajarkan
oleh Rasulullah SAW (Chapra, 1992 dan Naqvi, 1994). Dalam era kontemporer,
gerakan ke arah formulasi kerangka ekonomi Islam yang sinkron dengan kebutuhan ekonomi
mulai dilakukan pada dekade 1940-an, dan tiga dekade kemudian, upaya-upaya
untuk mengimplementasikan ekonomi syariah tersebut mulai terlihat nyata di
berbagai negara (Rahnema & Nomani, 1990; Kuran, 1993, 1995).
Meskipun ekonomi Islam membahas berbagai aspek
ekonomi, perbankan syariah (Islamic banking) saat ini dianggap sebagai karakteristik
penentu sistem ekonomi Islam (Kuran, 1995). Terminologi ”Sistem Keuangan Islam”
relatif masih baru dan mulai dikenal sejak pertengahan dekade 1980-an.
Jauh
sebelum itu, referensi-referensi awal mengenai aktivitas perdagangan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip Islam (syariah) yakni aktivitas perdagangan yang mengacu
kepada ”interest free” atau ”perbankan Islam”. Eksperimen modern pertama
dalam mewujudkan perbankan syariah dilakukan di Mesir. Inisiatif pionir ini
dilakukan dengan menerapkan prinsip bagi hasil (profi t sharing) yang
dipelopori oleh Ahmad El Najjar (Siddiqi, l988). Pertumbuhan perbankan syariah
masih sangat lamban hingga dekade 1970-an ketika ekonomi dunia mekar kembali
didorong oleh bom minyak pada tahun 1974. Kemakmuran yang umumnya dinikmati oleh
negara-negara muslim mendorong semangat untuk mengadopsi nilai-nilai Islam
dalam praktik ekonominya dan pada saat yang sama pula, mulai tumbuh penolakan
terhadap sistim politik dan ekonomi Barat.
Penolakan
tersebut semakin nyata ketika semakin banyak muslim yang memilih untuk
mendepositokan uang mereka dan melakukan aktivitas transaksi perdagangan dengan
menggunakan bank-bank yang menerapkan prinsip-prinsip syariah (Lewis dan
Algoud, 2001). Seiring dengan berjalannya waktu, peran instrumen-instrumen
keuangan Islam dalam aktivitas perekonomian, khususnya perbankan syariah mulai
berkembang pesat.
Meningkatnya
popularitas dan visibilitas perbankan syariah semakin nyata pada dekade 1990-an
ketika instrumen-instrumen keuangan Islam mulai diterapkan, baik oleh perbankan
syariah maupun lembaga perbankan non-syariah, baik muslim maupun non-muslim.
Pada saat yang sama juga mulai diakui dan digunakan fi tur-fi tur keuangan yang
berlandaskan syariah seperti al-Muddarabah, al-Muassasah dan lain-lain
dalam aktivitas keseharian transaksi perbankan mereka (Zeti, 2007).
Lebih jauh, sistim perbankan yang berlandaskan
prinsip-prinsip syariah juga semakin luas digunakan ketika bank-bank yang
notabene bank-bank negara non-muslim seperti HSBC dan Citibank menciptakan sejumlah
inovasi keuangan yang konsisten dengan prinsip syariah untuk mengkapitalisasi
meningkatnya permintaan produk-produk investasi kapital Islam (Warde, 2000,
2001).
Dalam
ekonomi syariah, dikotomi sektor moneter dan riil tidak dikenal. Sektor moneter
dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan transaksi atau
produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan istilah konvensional, maka
karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, khususnya
perdagangan. Sebagaimana dianjurkan Islam, ”Allah menghalalkan jual beli (perdagangan)
dan mengharamkan riba”(QS.2:275). Ayat tersebut secara tegas membolehkan
jual-beli atau perdagangan dan mengharamkan riba. Jual beli atau perdagangan
adalah kegiatan bisnis sektor riil.
Kegiatan
bisnis sektor keuangan tanpa dikaitkan dengan sektor riil adalah aktivitas
ribawi yang dilarang dalam ekonomi Islam. Oleh karena keharusan terkaitnya
sektor moneter dan sektor riil, maka perbankan syariah mengembangkan sistem
bagi hasil, jual beli dan sewa. Dalam bagi hasil, terdapat bisnis sektor riil
yang dibiayai dengan pembagian keuntungan yang fluktuatif. Demikian pula dalam
jual beli, ada sector riil yang mendasari kebolehan penambahan (ziyadah)
dalam harta.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Peranan Bank Umum Syariah Dalam
Pengembangan Sektor Riil
Peranan Bank Umum Syariah (BUS)
dalam mendorong pertumbuhan sektor riil dalam dua dimensi, yaitu peranaan dari
sisi BUS sendiri dan dari sisi nasabahnya. Pembahasan di sisi BUS akan lebih
ditekankan pada dua aspek, yaitu: Pertama, menganalisis peranan BUS dalam mendorong
perkembangan sektor riil dengan fokus analisis pada pola pembiayaan menurut
golongan pengguna, sektor dan jenis akad yang digunakan. Kedua, menganalisis kinerja dan pola
pembiayaan BUS pada level operasional di salah satu kantor cabang.
Sementara itu, penekanan analisis
di sisi nasabah BUS akan lebih diarahkan pada aspek-aspek tentang motivasi
nasabah, prosedur pembiayaan, pola pembiayaan, proses pengawasan dan pembinaan
serta perkembangan usaha.
Pembahasan di sisi nasabah
sekaligus sebagai upaya untuk melihat apakah ada gap yang terjadi antara sisi
kebijakan bank dengan implementasi di tingkat operasional.
§ Perkembangan
Pembiayaan yang Disalurkan Bank Umum Syariah ke Sektor Riil
Kontribusi BUS dalam mendorong
perkembangan sektor riil di Indonesia terus mengalami peningkatan dalam lima
tahun terakhir. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari dua indikator utama yaitu
: Pertama, indikator penyaluran pembiayaan oleh BUS untuk keperluan pembiayaan
modal kerja dan investasi yang terus bertambah. Kedua, porsi penyaluran
pembiayaan modal kerja dan investasi BUS terhadap total kredit Bank Umum (BUK[1]
dan BUS) untuk kredit modal kerja dan investasi juga semakin besar.
§ Peranan Bank
Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil
Porsi BUS dalam penyaluran pembiayaan
modal kerja dan investasi terhadap total kredit Bank Umum (BUK dan BUS) untuk kredit modal kerja dan
investasi juga mengalami lonjakan cukup tinggi.
Secara agregat, pembiayaan yang
disalurkan oleh BUS untuk penggunaan modal kerja, investasi dan konsumsi
menunjukkan trend peningkatan dalam lima tahun terakhir ini. Rata-rata
pertumbuhan jum-lah pembiayaan BUS dan UUS dari tahun 2005 – 2008 mencapai
angka 36 persen per tahun.
Pertumbuhan pembiayaan yang fantastis ini
tidak terlepas dari keberanian para pimpinan BUS dalam ekspansi pembiay-aan,
walaupun harus mengambil berbagai resiko, misalnya berkaitan dengan masalah
likuiditas.
Kembali ke masalah peningkatan
pembiayan BUS yang luar biasa tadi, di samping pengaruh kebijakan ekspansif
para pimpinan BUS, be-berapa faktor kunci lain yang berkontribusi dalam
mendorong pening-katan pembiayaan BUS, khususnya untuk penggunaan modal kerja
dan investasi adalah: Pertama, keluarnya berbagai regulasi baru yang berkaitan
deng-an perbankan syariah.
Setelah UU Nomor 21 Tahun 2008
tentang Per-bankan Syariah disahkan pada Juli 2008, pijakan para pelaku bisnis
di perbankan syariah menjadi semakin jelas.
a.
Pembiayaan Bank Umum Syariah
Berdasarkan Golongan Pembiayaan dan Sektor Ekonomi
Satu fenomena menarik terkait dengan
alokasi pembiayaan BUS adalah porsi terbesar dari penyaluran pembiayaan BUS
untuk penggunaan modal kerja dan investasi tersebut ditujukan untuk pembiayaan
sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Pola pembiayaan BUS yang lebih
banyak dialokasikan kepada golongan UMKM ini sangat menggembirakan mengingat
selama ini akses mereka untuk mendapatkan kredit dari bank sangat terbatas.
Porsi alokasi pembiayaan yang dilakukan BUS ini cukup kontras bila dibandingkan
dengan pola penyaluran kredit yang dilakukan oleh Bank Umum Konvensional.
Berdasarkan sektor ekonomi, alokasi
pembiayaan BUS dan UUS disalurkan ke semua sektor mulai dari kelompok sektor
primer, sekunder dan tersier. Walaupun tidak ada data yang merinci jumlah UMKM
di setiap sektor, kemungkinan besar alokasi pembiayaan di setiap sektor ini
dinikmati oleh UMKM di sektor-sektor tersebut. Sejauh ini, alokasi pembiayaan
terbesar BUS dan UUS lebih diarahkan kepada kelompok sektor tersier yang
menyerap lebih dari 90 persen dari total alokasi pembiayaan.
Banyak studi yang menjelaskan
tentang sulitnya UMKM dalam mengakses kredit dan atau pembiayaan ini karena
berbagai hambatan mulai dari hambatan sisi kebijakan pemerintah, kebijakan
perbankan hingga masalah internal UMKM sendiri. Sejauh ini, hambatan dari
kebijakan bank dan masalah internal UMKM menjadi masalah utama dari sulitnya UMKM
mengakses kredit perbankan.
Chotim dan Thamrin menyebutkan
bahwa di sisi penawaran kredit atau sisi perbankan salah satu hambatan terbesar
adalah adanya hambatan struktural dan psikologis dari pihak bank untuk
menyalurkan kredit ke UMKM.
Beberapa hambatan itu diantaranya
adalah persepsi inferior tentang potensi usaha kecil, khususnya yang berada di
pedesaan : usaha kecil diidentikkan sebagai usaha yang kurang prospektif, nilai
modalnya kecil, ekspansinya lambat dan pengguna teknologi usang yang mudah
diungguli pesaing.
Dalam aspek manajemen, usaha kecil identik
dengan perencanaan yang tidak ter-integrasi dengan pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan.
b.
Pembiayaan BUS Berdasarkan Akad
Pembiayaan
Perbankan syariah secara konseptual
sebenarnya diharapkan bisa mengatasi masalah sulitnya akses UMKM kepada
perbankan ini, khususnya yang berkaitan dengan jaminan. Berbagai skim
pembiayaan dengan beragam jenis akadnya menawarkan kemudahan-kemudahan yang
bisa dimanfaatkan oleh UMKM untuk lebih mudah dalam memperoleh akses pinjaman
bank.
Berdasarkan jenis akadnya, secara
garis besar bisa dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu pembiayaan dengan akad
yang berbasis bagi hasil dan non bagi hasil. Pembiayaan BUS yang berbasis bagi
hasil umumnya dilakukan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. Sementara akad
yang berbasis non bagi hasil meliputi akad murabahah, akad istishna, akad
ijarahdan akad qardh.
Dari sisi internal bank syariah,
masih rendahnya pembiayaan dengan akad musyarakah dan mudharabahini lebih
disebabkan oleh potensi risiko yang sangat tinggi yang harus ditanggung oleh
bank.
Potensi risiko ini berkaitan dengan
potensi terjadinya moral hazard yang bisa dilakukan oleh pengelola usaha atau
mudharib. Bentuk-bentuk moral hazardyang kemungkinan muncul adalah
ketidakjujuran dalam melaporkan hasil laba atau rugi usaha, sembarangan dalam
menjalankan usaha dan mengambil risiko khususnya yang mengikat akad mudharabah,
kolusi dengan pihak ketiga dll.
Sementara dari sisi nasabah bank,
secara umum preferensi untuk lebih memanfaatkan pembiayaan dengan akad murabahahdan
cenderung menghindari akad musyarakah atau mudharabah lebih dikarenakan
pertimbangan kepraktisan.
B.
Pembiayaan Bank Syariah Bersama 4
Cabang
Bandung: Studi Kasus Nasabah di Industri
Sepatu,
Industri Jaket Kulit dan Industri Jasa
Komersial
a.
Motivasi Memilih Pembiayaan dari
Bank Syariah
Bank
Syariah hadir dengan membawa konsep baru yang mentransformasikan nilai-nilai
religi ke dalam aktivitas ekonomi, dimana salah satunya adalah diwujudkan dalam
pola pembiayaan perbankan yang diyakini oleh sebagian kalangan. Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong
Perkembangan Sektor Riil memperhatikan dimensi keadilan. Salah satu poin penting
yang ditekankan oleh perbankan syariah dalam mentransfomrasikan nilainilai
religi ini adalah perlunya menghindari riba
atau bunga dalam terminologi ekonomi konvensional. Perwataatmadja dan Tanjung (2007)
menyebutkan bahwa dasar hukum pelarangan riba itu sangat jelas dinyatakan dalam
Al-qur’an diantaranya QS. Ar-Ruum ayat 39, QS. An-Nisaa ayat 161, QS Ali Imran
ayat 130, QS. Al-Baqoroh ayat 275-276 dan ayat 278-279. Selain itu, beberapa
hadist Nabi Muhammad SAW juga menjadi rujukan untuk menjelaskan tentang
perlunya menghindari riba ini. Walaupun konsep dan produk yang ditawarkan oleh
bank syariah
berlandaskan pada nilai-nilai syariah, namun
tidak berarti bahwa hal yang sama akan sepenuhnya diikuti oleh seluruh nasabah
yang menyimpan dan atau menggunakan jasa pembiayaan dari bank syariah. Sebagai
manusia, terlepas apapun agama yang dianutnya, selalu ada upaya-upaya untuk
mendapatkan sesuatu dengan minimalisasi biaya untuk mendapatkan manfaat yang
optimal. Dalam pandangan yang ekstrim, hal seperti ini digambarkan oleh seorang
ekonom terkenal pada abad ke-19, John Stuart Mill, dengan menyebut bahwa
manusia pada dasarnya adalah homo economicus, yaitu makhluk yang selalu bertindak rasional
(minimalisasi biaya untuk optimalisasi hasil) dalam upaya mencapai kesejahteraan
dirinya sendiri dengan memanfaatkan informasi dan kesempatan serta
batasan-batasan yang ada pada diri mereka. Pandangan ini tidak sepenuhnya
disetujui oleh para ekonom. Berbagai kritik dikemukakan oleh para ekonom
terkait dengan penyebutan manusia sebagai homo
economicus ini.
Dari
hasil diskusi dengan tiga pengusaha di bidang usaha pembuatan sepatu, usaha
pembuatan jaket kulit dan bidang usaha jasa komersial, tim peneliti menemukan
ada tiga motivasi yang berbeda yang dikemukakan oleh responden dalam memilih
pembiayaan dari bank syariah, khususnya Bank Umum Syariah (BUS). Ketiga
motivasi tersebut adalah: Pertama, motivasi yang berkaitan dengan
keyakinan agama; Kedua, motivasi yang berkaitan dengan perhitungan
ekonomi; Ketiga, motivasi yang berkaitan dengan prosedur pembiayaan. Perbedaan motivasi dalam
menentukan pilihan pembiayaan yang dikemukakan oleh ketiga responden tersebut
merupakan hal yang wajar. Tidak ada satupun yang bisa diklaim sebagai nasabah
yang memiliki motivasi terbaik. Hasil pengamatan tim peneliti setidaknya menemukan
ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi mereka dalam pemilihan pembiayaan
dari bank syariah.
Pertama, terkait dengan sisi personal, dimana
penekanan akan pilihan motivasi tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang
keagamaan, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dll.
Kedua, terkait dengan hal-hal yang berkaitan
langsung dengan bank syariah, diantaranya kebijakan pembiayaan bank syariah, prosedur
pembiayaan dan kemudahan akses terhadap bank syariah. Nasabah yang lebih
mengedepankan motivasi keyakinan agama dalam memilih pembiayaan dari bank
syariah sangat dipengaruhi oleh pemahaman keagaamaan yang cukup mendalam dan
hubungan social yang sudah terbentuk cukup erat dengan bank-bank syariah. Tidak
heran, kalau nasabah seperti ini merupakan kelompok nasabah yang bisa
dikategorikan sebagai nasabah loyal bank syariah.
b.
Prosedur Pembiayaan
Prosedur
administrasi yang harus ditempuh oleh nasabah untuk mendapatkan pembiayaan dari
Bank Umum Syariah (BUS) umumnya hampir sama dengan prosedur yang diberlakukan
oleh bank syariah lainnya. Dari hasil wawancara dengan para responden diketahui
bahwa secara garis besar, prosedur yang harus dilalui oleh nasabah untuk mendapatkan
pembiayaan dari Bank Syariah Bersama adalah:
ü Pertama, nasabah mengajukan permohonan pembiayaan
kepada Bank Syariah Bersama. Dokumen yang harus dilengkapi pada tahap ini adalah
identitas nasabah (legalitas nasabah), dokumen yang berkaitan dengan perizinan
usaha, akta notaris dll (legalitas usaha), laporan keuangan dan dokumen
jaminan. Semua responden dalam penelitian ini tidak mengalami kendala dalam
memenuhi persyaratan administrative yang diminta bank.
ü Kedua, petugas bank syariah akan melakukan survey
tempat usaha dan agunan yang dijaminkan. Pada tahap ini dentifi kasi juga dilakukan
terhadap rantai alur produksi dan distribusi produk. Pihak bank menanyakan
lokasi supplier dan tempat pemasaran produk usaha yang akan dibiayai.
ü Ketiga, akad pembiayaan dan pencairan. Waktu yang
dibutuhkan mulai dari proses pengajuan hingga persetujuan dan akad pembiayaan sangat
bervariasi. Responden A menyatakan bahwa lama waktu yang dibutuhkan sekitar 10
hari. Sementara responden B mengalami proses yang cukup lama hingga 1,5 bulan
atau sekitar 45 hari.
c.
Pengawasan dan Pembinaan
Bank
Syariah Bersama memberlakukan pengawasan yang sangat ketat dalam proses
pembiayaan mulai dari tahap permohonan hingga tahap masa laku pembiayaan.
Pengawasan yang ketat ini merupakan bagian dari kebijakan manajemen risiko
untuk menekan dan meminimalkan terjadinya kredit macet (Non Performing
Financing/ NPF). SOP mengenai ketentuan tentang pengawasan pembiayaan Bank Syariah
Bersama diatur dalam Bab XII tentang pengawasan pembiayaan dalam pedoman
pembiayaan dengan pokok-pokok materi sebagai
berikut:
o Ruang lingkup
pengawasan pembiayaan meliputi:
1. Memastikan bahwa setiap tahapan proses
pemberian pembiayaan telah dilakukan sesuai ketentuan
2. Memastikan bahwa semua persyaratan
pembiayaan telah dipenuhi nasabah
3. Monitoring limit pembiayaan yang belum ditarik
oleh nasabah
4. Monitoring penguasaan dan pengamanan
jaminan
5. Monitoring pemenuhan persyaratan yang
hingga saat pencairan pembiayaan belum dipenuhi nasabah
6. Monitoring perkembangan usaha nasabah
7. Monitoring dokumen-dokumen pembiayaan yang akan
jatuh tempo atau telah jatuh tempo. misalnya masa laku akad. asuransi.
legalitas usaha dll.
8. Monitoring kualitas aktiva produktif
9. Monitoring pembentukan penyisihan
penghapusan aktiva
produktif
d.
Manfaat Pembiayaan Bank Umum
Syariah Bagi
Perkembangan Usaha
Perbankan
secara umum sebagai lembaga intermediasi sudah tidak diragukan lagi berperan
besar dalam meningkatkan usaha banyak nasabahnya. Sudah tidak terhitung berapa
jumlah nasabah yang merasakan manfaat peningkatan usaha dengan cara kepada bank. Ketika hal ini dikaitkan dengan
bank syariah, tentu ada sesuatu yang lain yang bisa dimaknai dibalik dorongan
keberhasilan yang berhasil diraih oleh nasabah bank syariah
C. Faktor
Penghambat Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah
Perkembangan
perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari berbagai permasalahan.
Menurut Syafi i Antonio4, ada beberapa kendala yang muncul sehubungan dengan perkembangan
perbankan syariah di Indonesia, yaitu :
1.
Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional
bank syariah.
2.
Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya
mengakomodasi operasional bank syariah.
3.
Jaringan kantor bank syariah yang belum luas.
4.
Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank
syariah masih sedikit.
Penyebab
tidak optimalnya pemanfaatan potensi yang ada dalam pasar ekonomi syariah di
Indonesia dapat dibedakan atas:
·
Permasalahan internal industri bank syariah
·
Permasalahan eksternal yang bersumber dari masyarakat.
Permasalahan
internal yang dihadapi antara lain: ketersediaan sumberdaya manusia, ketersediaan
infrastruktur, ketersediaan perangkat pengaturan perbankan syariah yang diakui secara
nasional, jaringan perbankan syariah, keterbatasan teknologi penunjang, dan efi
siensi operasional perbankan syariah.
Permasalahan
eksternal yang dihadapi berkaitan dengan pemahaman terhadap ajaran Islam secara
keseluruhan dan pandangan terhadap lembaga keuangan syariah.
Hambatan
berkaitan dengan pemahaman terhadap ajaran Islam bersumber dari pemahaman umat
Islam terhadap ajarannya. Sebagian besar umat Islam di Indonesia masih memiliki
pemahaman terhadap ajaran Islam hanya secara parsial dan belum menyeluruh (kaff
ah).
Hambatan
juga datang dari masyarakat yang pola pikirnya masih materialistik dan sekuler.
Pandangan terhadap perbankan syariah, kadang juga masih menjadi kendala di mana
masih terdapat pandangan bahwa bunga bukan riba (dianggap masih khilafi yah),
dan lembaga keuangan syariah masih diasosiasikan dengan lembaga yang lebih
berorientasi sosial ketimbang komersial. Disini dapat dilihat bahwa tingkat
pemahaman syariah yang masih terbatas dan tingkat pengetahuan sistem perbankan
syariah yang rendah menjadi kendala dalam pemasaran dan sosialisasi produk
perbankan syariah.
Hambatan
lainnya dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia adalah:
·
Aturan investasi dan perpajakan masih dinilai
·
mengganjal berkembangnya bisnis syariah
·
Birokrasi di pemerintahan yang menghambat kegiatan
investasi, termasuk di dalamnya investasi syariah
·
Kesan di sebagian masyarakat bahwa bank syariah bersifat
ekslusif dan hanya ditujukan untuk masyarakat muslim saja
·
Pandangan dari sebagian masyarakat yang memandang bahwa pada
umumnya sistem, kegiatan dan produk bank syariah masih mengekor pada bank
konvensional
·
Masih kurangnya modal dan infrastruktur yang dimiliki
perbankan syariah.
D. Faktor
Pendorong Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah
Meskipun
demikian, perkembangan perbankan syariah di Indonesia juga memiliki beberapa faktor
pendorong. Adapun faktor pendorong perkembangan syariah di Indonesia diantaranya:
1. Telah lahirnya Undang-Undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Diterbitkanya Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN) atau sukuk pada Agustus 2008
3. Beroperasinya lembaga-lembaga
pendidikan syariah dan pendirianFakultas Ekonomi Syariah oleh berbagai
perguruan tinggi diIndonesia. Hal ini bertujuan untuk mencetak sumberdaya
manusiauntuk mengisi kekurangan SDM di sektor perbankan syariah.
4. Beroperasinya lembaga keuangan hasil
joint venture dengan
pemodal Timur Tengah. Hal ini membuka jalan masuknya dana-danainvestasi
berbasis syariah dari Timur Tengah.
5. Pertumbuhan indikator keuangan syariah di
Indonesia tertinggi dibanding negara lain. Hal ini bisa menjadi modal bagi
pertumbuhan yang pesat di masa mendatang.
Di
samping itu, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di
dunia. Hal ini merupakan potensi yang besar bagi pasar perbankan syariah dimana
kebutuhan akan jasa perbankan yang bebas riba akan besar jumlahnya. Meskipun
tidak semua muslim memahami konsep dilarangnya riba, namun ini tugas para alim
ulama dan cendekiawan muslim untuk memberikan pemahaman masyarakat. Apalagi,
sebenarnya konsep riba juga dilarang dalam agama nasrani dan yahudi, sehingga
konsep perbankan bebas riba sebenarnya tidakhanya untuk umat muslim saja.
Kelebihan
lain yang dimiliki bank syariah adalah adanya konsep kemitraan dalam pembiayaan
yang berbeda dengan konsep kreditur dan debitur dalam bank konvensional. Dalam
konsep bank konvensional,bank akan menuntut pembayaran dari nasabahnya meskipun
usaha si nasabah tidak menghasilkan keuntungan. Sedangkan dengan pola kemitraan
yang berlaku di bank syariah, hubungan antara bank dan nasabah lebih bersifat
kerjasama dan berlandaskan kepercayaan. Disini yang diterapkan adalah
nilai-nilai syariah dan keadilan dalam hubungannya sebagai mitra.
BAB VI
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Bank
syariah adalah perbankan yang dijalankan sesuai dengan prinsip syariah, untuk
saat ini bank syariah belum terlalu dikenal dalam masyarakat sebab bank syariah
baru berdiri dan jauh lebih lama bank konvensional maka dari itu bank
konvensional lebih dikenal masyarakat. Dalam Perbankan syariah tidak mengenal
kata bunga namun menggunakan prinsip bagi hasil yang mana apabila nasabah rugi
ditanggung bersama – sama dan apabila untung juga dibagi sesuai dengan
nisbahnya. Sebenarnya syariah tidak hanya di khususkan bagi masyarkat muslim
saja hal ini lah yang membuat persebsi salah tentang syariah. Karena bukan
hanya agama Islam saja yang mengharamkan riba misalkan salah satunya agama
Nasrani juga mengharamkan riba. Jadi sebenarnya perbankan syariah itu terbuka
untuk semua orang dari berbagai agama yang berbeda. Dalam perbankan syariah
juga minim akan potensi sumberdaya manusia yang ahli dalam perbankan syariah
sebab perbankan syariah baru ada sehingga sulit untuk maju melebihi bank
konvensional yang memiliki orang – orang yang potensial di dalamnya. Sehingga akan
lebih baik apabila kita menggunakan perbankan syariah untuk menunjang
kelangsungan usaha yang kita jalankan.
B. SARAN
Dengan selesainya
makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut
andil wawasannya dalam penulisan ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik
yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan. Semoga makalah ini
bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, ”Kebijakan Akselerasi
Pengembangan Perbankan Syariah 2007-2008” (Bank Indonesia, www.bi.go.id/)
http://www.pkesinteraktif.com/content/view/1092/36/langen. Diakses pada
tanggal 03 April 2013.
Antonio, M. Syafi’i. 2001. Bank
Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Ascarya. 2007. Akad dan Produk
Bank Syariah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Muhammad. 2005. Manajemen Bank
Syariah. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Perbankan
Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.