Pengertian Mudhorobah menurut Al-Quran
MAKALAH
PENGERTIAN MUDHARABAH MENURUT AL QUR’AN
Tugas
ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah
“Kajian Ayat-ayat
Ekonomi”
Dosen pembimbing:
Nur
Aziz Muslim, M.H.I.
Disusun oleh:
Kelompok VII
1.
Ayu Andriani : 3223113019
2.
Citra Mulya Sari : 3223113024
SYARIAH/MPS
IIA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) TULUNGAGUNG
APRIL 2012
DAFTAR
ISI
COVER……………………………………………………... i
DAFTAR
ISI………………………………………………... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………...………………………….. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………….. 1
C. Tujuan...................………………………………….. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Al Mudharabah…...............…………...... 3
B. Hukum Al Mudharabah Dalam Islam.................................... 4
C. Jenis-jenis Mudharabah.............................................. 5
D. Rukun Al Mudharabah................................................ 6
E. Syarat-
syarat Mudharabah......................................... 8
F. Aplikasi
Mudharabah dalam Perbankan...................... 8
G. Manfaat
Mudharabah.................................................. 9
H. Kontrak
Pembiayaan Mudharabah.............................. 9
I. Resiko
Mudharabah..................................................... 10
BAB
III PENUTUP
A. KESIMPULAN…………………………………....... 11
B. Kritik dan Saran……………………………………. 11
DAFTAR
PUSTAKA............................................................ 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maraknya perbankan syariah dewasa
ini bukan merupakan gejala baru dalam dunia bisnis syariah. Keadaan ini
ditandai dengan semangat tinggi dari berbagai kalangan, yaitu: ulama, akademis
dan praktisi untuk mengembangkan perbankan tersebut dari sekitar pertengahan
abad ke 20. Berdasarkan prinsip dasar produk tersebut, sesungguhnya bank
syariah memiliki core product pembiayaan berupa produk bagi hasil yang
dikembangkan dalam produk pembiayaan nusyawarah dan mudharabah. Meskipun jenis
produk pembiayaan dengan akad jual beli ( ijarah dan ijarah muntahia bittamlik)
juga dapat dioperasionalkan, kenyataannya bank syariah tingkat dunia maupun di
Indonesia produk pembiayaannya masih didominasi oleh produk pembiayaan dengan
akad jual beli (tijarah).
Kita
tahu bahwa Allah
menciptakan manusia makhluk yang berinteraksi sosial dan saling membutuhkan
satu sama lainnya. Ada yang memiliki kelebihan harta namun tidak memiliki waktu
dan keahlian dalam mengelola dan mengembangkannya, di sisi lain ada yang
memiliki skill kemampuan namun tidak memiliki modal. Dengan berkumpulnya dua
jenis orang ini diharapkan dapat saling melengkapi dan mempermudah pengembangan
harta dan kemampuan tersebut. Untuk itulah Islam memperbolehkan syarikat dalam
usaha diantaranya Al Mudharabah.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian mudharabah ?
2. Apakah
hukum mudharabah ?
3. Sebutkan
jenis-jenis mudharabah !
4. Apa
saja rukun dari mudharabah ?
5. Sebutkan
syarat-syarat mudharabah !
6. Bagaimana
aplikasi mudharabah dalam perbankan ?
7. Sebutkan
manfaat dari mudharabah !
8. Bagaimana
melakukan kontrak pembiayaan mudharabah di bank syariah ?
9. Sebut
dan jelaskan resiko dari mudharabah !
C. Tujuan
·
Untuk mengetahui pengertian,
jenis-jenis, rukun, syarat, dan manfaat serta resiko dari mudharabah.
·
Untuk menerapkan mudharabah pada
produk-produk pembiayaan dan pendanaan.
·
Untuk menentukan aspek yang
dipertimbangkan oleh bank syariah dalam melakukan kontrak pembiyaan mudharabah
sehingga dapat mengurangi timbulnya masalah agency.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Al Mudharabah
Mudharabah memiliki dua istilah yaitu Al Mudharabah dan Al
Qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan kaum muslimin. Penduduk Irak
menggunakan istilah Al Mudharabah untuk mengungkapkan transaksi syarikat
ini. Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata dharb di muka
bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga dan
berperang, Allah berfirman:
عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ
مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
“Dia
mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang
yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang
lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu)
dari al-Qur’an.”
(Qs. Al Muzammil: 20)
Ada juga
yang mengatakan diambil dari kata: dharb (mengambil) keuntungan dengan
saham yang dimiliki.
Dalam
istilah bahasa Hijaz disebut juga sebagai qiraadh, karena diambil dari
kata muqaaradhah yang arinya penyamaan dan penyeimbangan. Seperti yang
dikatakan ulama:
تَقَارَضَ الشَاعِرَانِ
“Dua orang
penyair melakukan muqaaradhah,” yakni saling membandingkan syair-syair mereka. Disini
perbandingan antara usaha pengelola modal dan modal yang dimiliki pihak
pemodal, sehingga keduanya seimbang. Ada juga yang menyatakan bahwa kata itu
diambil dari qardh yakni memotong. Tikus itu melakukan qardh
terhadap kain, yakni menggigitnya hingga putus. Dalam kasus ini, pemilik modal
memotong sebagian hartanya untuk diserahkan kepada pengelola modal, dan dia
juga akan memotong keuntungan usahanya.[1]
Sedangkan
dalam istilah para ulama Mudharabah
memiliki pengertian : Pihak pemodal (Investor) menyerahkan sejumlah modal
kepada pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian
tertentu dari keuntungan.[2]
Dengan kata lain Al Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak dimana
salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain agar diperdagangkan dengan
pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.[3]
Sehingga Al Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak
dimana pemilik modal (Shahib Al Mal/Investor) mempercayakan sejumlah
modal kepada pengelola (Mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi 100% modal dari Shahib
Al Mal dan keahlian dari Mudharib.
B.
Hukum
Al Mudharabah Dalam Islam
Sungguhpun pada
dasarnya Mudharabah dapat dikategorikan kec dalam salah satu bentuk Musyarakah,
namun para cendekiawan fiqih islam meletakkannya pada posisi yang khusus dan
memberikan landasan hukum yang tersendiri.
Alqur’an
Ayat-ayat Alquran yang dapat dijadikan
rujukan dasar akad transaksi Mudharabah, adalah:
“Tidak ada dosa(halangan) bagi kamu
untuk mencari karunia Tuhanmu.”(Al Baqarah: 198)
“Apabila telah ditunaikan sembahyang
maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah Swt.” (QS.
Al-Jum’ah: 10)
Al Hadits
“Dari Suhaib r.a. bahwa Rasulullah saw
bersabda: Tiga perkara didalamnya terdapat keberkatan (1) menjual dengan
pembayaran secara kredit (2) Muqaradhah/Mudharabah (3) mencampur gandum dengan
tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk di jual.(HR. Ibnu Majah)
Ijma
Imam Zailai dalam kitabnya Nasbu ar
Rayah(4/13) telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus akan
legitimasi pengolahan harta anak yatim secara Mudharabah. Kesepakatan para
sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang di kutip oleh Abu Ubaid dalam
kitabnya al Amwal (454).
Para ulama sepakat bahwa sistem
penanaman modal ini dibolehkan. Dasar hukum dari sistem jual beli ini adalah
ijma’ ulama yang membolehkannya. Seperti dinukilkan Ibnul Mundzir[4],
Ibnu Hazm Ibnu Taimiyah dan lainnya.
Ibnu
Hazm menyatakan: “Semua bab dalam fiqih selalu memiliki dasar dalam Al Qur’an
dan Sunnah yang kita ketahui. Yang dapat kami pastikan bahwa hal ini ada dizaman shallallahu’alaihi
wa sallam, beliau ketahui dan setujui dan seandainya tidak demikian maka
tidak boleh.”[5]
C.
Jenis-jenis
Mudharabah
Para
ulama membagi Mudharabah menjadi dua jenis:
- Mudharabah Al Muthlaqah (Mudharabah bebas). Pengertiannya adalah sistem mudharabah dimana pemilik modal (investor/Shohib Al Mal) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan kepada Mudhorib (pengelola modal) melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan.
- Mudharabah Al Muqayyadah (Mudharabah terbatas). Pengertiannya pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha atau tempat atau waktu atau orang yang akan bertransaksi dengan Mudharib. Jenis kedua ini diperselisihkan para ulama keabsahan syaratnya, namun yang rajih bahwa pembatasan tersebut berguna dan tidak sama sekali menyelisihi dalil syar’i, itu hanya sekedar ijtihad dan dilakukan dengan kesepakatan dan keridhoan kedua belah pihak sehingga wajib ditunaikan.
Perbedaan
antara keduanya terletak pada pembatasan penggunaan modal sesuai permintaan
investor.
D.
Rukun
Al Mudharabah
Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga
rukun:
- Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor /pemilik modal (shahibul mal) dan pengelola (mudharib).
Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan
pengelola modal. Disyaratkan pada rukun pertama ini keduanya memiliki
kompetensi beraktifitas (Jaiz Al Tasharruf) dalam pengertian mereka
berdua baligh, berakal, Rasyid dan tidak dilarang beraktivitas pada
hartanya. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa keduanya harus muslim atau
pengelola harus muslim, sebab seorang muslim tidak ditakutkan melakukan perbuatan
riba atau perkara haram. Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal tersebut,
sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang dapat dipercaya
dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan
modal dari pihak muslim sehingga terlepas dari praktek riba dan haram.
- Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan.
Objek
transaksi dalam Mudharabah mencakup modal, jenis usaha dan keuntungan.
a.
Modal
Dalam
sistem Mudharabah ada empat syarat modal yang harus dipenuhi:
ü Modal harus berupa alat tukar/satuan
mata uang (Al Naqd) dasarnya adalah ijma’ atau barang yang ditetapkan
nilainya ketika akad menurut pendapat yang rojih.
ü Modal yang diserahkan harus jelas
diketahui.
ü Modal yang diserahkan harus
tertentu.
ü Modal diserahkan kepada pihak
pengelola modal dan pengelola menerimanya langsung dan dapat beraktivitas
dengannya.
b. Jenis
Usaha
Jenis
usaha di sini disyaratkan beberapa syarat:
ü Jenis usaha tersebut di bidang
perniagaan
ü Tidak menyusahkan pengelola modal
dengan pembatasan yang menyulitkannya, seperti ditentukan jenis yang sukar
sekali didapatkan, contohnya harus berdagang permata merah delima atau mutiara
yang sangat jarang sekali adanya.
c. Keuntungan
Setiap usaha dilakukan untuk mendapatkan keuntungan,
demikian juga Mudharabah. Namun dalam Mudharabah disyaratkan pada
keuntungan tersebut empat syarat:
ü Keuntungan khusus untuk kedua pihak
yang bekerja sama yaitu pemilik modal (investor) dan pengelola modal.
Seandainya disyaratkan sebagian keuntungan untuk pihak ketiga, misalnya dengan
menyatakan: ‘Mudharabah dengan pembagian 1/3 keuntungan untukmu, 1/3
untukku dan 1/3 lagi untuk istriku atau orang lain, maka tidak sah kecuali
disyaratkan pihak ketiga ikut mengelola modal tersebut, sehingga menjadi qiraadh
bersama dua orang.[6]
Seandainya dikatakan: ’separuh keuntungan untukku dan separuhnya untukmu, namun
separuh dari bagianku untuk istriku’, maka ini sah karena ini akad janji
hadiyah kepada istri.[7]
ü Pembagian keuntungan untuk berdua
tidak boleh hanya untuk satu pihak saja. Seandainya dikatakan: ‘Saya bekerja
sama Mudharabah denganmu dengan keuntungan sepenuhnya untukmu’ maka ini
dalam madzhab Syafi’i tidak sah.
ü Keuntungan harus diketahui secara
jelas.
ü Dalam transaksi tersebut ditegaskan
prosentase tertentu bagi pemilik modal (investor) dan pengelola. Sehingga
keuntungannya dibagi dengan persentase bersifat merata seperti setengah,
sepertiga atau seperempat.
- Pelafalan perjanjian (Ijab Qabul)
Shighah adalah ungkapan yang berasal dari
kedua belah pihak pelaku transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shighah
ini terdiri dari ijab qabul. Transaksi Mudharabah atau Syarikat
dianggap sah dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan maksudnya.[8]
E. Syarat-
syarat Mudharabah
o
Modal
Modal harus dinyatakan
dengan jelas jumlahnya, harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, harus
diserahkan kepada mudharib untuk memungkinkan melakukan usaha.
o
Keuntungan
Pembagian keuntungan
harus dinyatakan dalam prosentase dari kemungkinan yang dihasilkan nanti,
kesepakatan ratio prosentase harus di capai melalui negoisasi dan dituangkan
dalam kontrak, pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah Mudharib
mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada Rabal’mal.
F.
Aplikasi
Mudharabah dalam Perbankan
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al mudharabah diterapkan
pada :
a. Tabungan
berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti
tabungan haji, tabungan kurban
b. Deposito
spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu.
Misalnya : murabahah dan ijarah.
Adapun
pada sisi pembiayaan, al mudharabah digunakan untuk:
a. Pembiayaan
modal kerja, seperti modal perdagangan dan jasa.
b. Investasi
khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber daya khusus dengan
penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh shohibul maal.
G. Manfaat
Mudharabah
o
Bank akan menikmati peningkatan bagi
hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
o
Bank tidak berkewajiban membayar bagi
hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan
pendapatan/hasil usaha bank hingga bank tidak pernah mengalami negative spread.
o
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan
dengan cash flow/ arus kas usaha sehingga tidak memberatkan nasabah.
o
Bank akan lebih selektif dan hati-hati
mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan
yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
o
Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah
ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima
pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang
dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
H. Kontrak
Pembiayaan Mudharabah
Kontrak mudharabah adalah kontrak menanggung untung
dan rugi antara pemilik dana nasabah. Pada hubungan kontrak bisnis seperti ini
diperlukan saling keterbukaan antara kedua belah pihak dalam hal untung dan
rugi bisnis yang dijalankan. Dalam hal
ini, jika proyek usaha mendapatkan keuntungan maka keuntungan tersebut di bagi
berdasarkan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Namun, jika proyek
mengalami kerugian, maka kerugian akan di bagi berdasarkan timbulnya kerugian,
yaitu : jika kerugian terjadi karena resiko bisnis, kerugian modal akan di
tanggung oleh pemilik modal, kerugian yang terjadi karena kelalaian nasabah,
maka kerugian di tanggung oleh nasabah.
Kontrak mudharabah ini jika
dikaitkan dengan teori keuangan, merupakan kontrak keuangan yang sangat
berhubungan dengan masalah agency. Mudharib dalam kontrak mudharabah sangat
mungkin melakukan penyimpangan keuangan hasil proyek yang dijalankan karena
kontrol pemilik modal yang tidak optimal.
Dengan
begitu, masalah penting yang perlu dicermati pemodal adalah mempertimbangkan
adverse selection pelaku usaha dan proyek yang akan dibiayai.
I. Resiko
Mudharabah
Resiko dalam penerapan dan pembiayaan,
diantaranya :
o
Side streaming, nasabah menggunakan dana
itu bukan seperti yang di sebut dalam kontrak.
o
Lalai dan kesalahan yang di sengaja
o
Penyembunyian keuntungan oleh nasabah
itu apabila nasabahnya tidak jujur.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
v Al Mudharabah adalah pihak pemodal
(Investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola untuk
diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian tertentu dari keuntungan.
v Dasar hukum dari sistem jual beli
mudharabah adalah ijma’ ulama yang membolehkannya.
v Jenis-jenis
mudharabah, diantaranya : muthlaqah dan muqayyadah.
v Rukun
mudharabah : Adanya dua atau lebih pelaku yaitu pemilik modal dan
pengelola (mudharib); Objek
transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan; Pelafalan perjanjian.
v Syarat-syarat
mudharabah : modal dan keuntungan.
v Aplikasi
mudharabah dalam perbankan dapat di lihat dari sisi penghimpunan dana dan
pembiayaan.
v Manfaat
mudharabah salah satu diantaranya adalah bank akan menikmati peningkatan bagi
hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
v Kontrak
mudharabah adalah kontrak menanggung untung dan rugi antara pemilik dana
nasabah.
v Salah
satu risiko mudharabah adalah lalai dan karena kesalahan yang di sengaja.
B.
Kritik dan Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut andil wawasannya
dalam penulisan ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu
kami tunggu dan kami perhatikan.
Semoga Allah SWT membalas semua jerih payah semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Semoga Allah SWT membalas semua jerih payah semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
§
Muhammad.
2000. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. Yogyakarta : UII Pers.
§
Antonio,
Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah: dari Teori ke Praktek. Jakarta :
Gema Insani.
§
Muhammad.
2007. Manajemen Pembiayaan Mudharabah Di Bank Syariah. Yogyakarta: Rajawali
Pers.
§
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah.Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
[1] Al
Mughni karya Ibnu Qudamah, tahqiq Abdullah bin Abdulmuhsin al Turki, cetakan
kedua tahun 1412H, penerbit Hijr. (7/133).
[3] Al Bunuk al Islamiyah Baina An Nadzoriyat
Wa Tathbiq, op.cit, hlm 122.
[4] Al Mughni, op.cit, 7/133
[5] Maratib al Ijma karya Ibnu Hazm,
tanpa tahun dan cetakan, penerbit Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Bairut,hlm 91.
[6] Takmilah al Majmu’, op.cit, 15/160.
[7] Ibid., 15/159.
[8] Al Mughni, op.cit, 7/175-177.